Selasa, 21/05/2024 09:10 WIB

Program Kampung Alpukat Kementan di Cianjur Mulai Berjalan

Alpukat yang dikembangkan di Kampung Alpukat Desa Sukadana merupakan varietas mentera atau mentega merah.

Kampung Alpukat Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan). (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com - Direktorat Jenderal Hortikultura (Ditjen Hortikultura) terus mendorong pengembangan Kampung Hortikultura, yang mengusung konsep One Village One Variety (OVOV) dan dibangun dalam satu wilayah administratif desa.

Untuk satu kampung buah dan sayur, luasan lahan yang diperlukan minimal adalah 10 hektare. Sementara itu, untuk 1 kampung tanaman obat diperlukan lahan minimal seluas 5 hektare.

Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengungkapkan, tujuan Kampung Hortikultura tidak semata-mata hanya untuk membentuk kawasan hortikultura dalam skala besar, tetapi tujuan utamanya adalah kesejahteraan petani.

Kampung Hortikultura ini sejalan dengan program unggulan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, yaitu gerakan tiga kali ekspor (Gratieks). Dengan meningkatnya ekspor, maka kesejahteraan petani juga akan meningkat.

"Tujuan terbentuknya kampung hortikultura bukan hanya kawasan hortikultura berskala besar namun berujung pada kesejahteraan petani. Semua kami bina mulai dari bimbingan GAP (Good Agricultural Practices) selama budidaya hingga GHP (Good Handling Practices). Benih yang diberikan juga benih bermutu. Kami juga kawal aspek perlindungan dan pascapanennya," kata Prihasto.

Salah satu Kampung Hortikultura yang sudah mulai berjalan adalah Kampung Alpukat di lokasi Kelompok Tani (Poktan) Sukatani 2, Desa Sukadana, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Ditjen Hortikultura memberikan bantuan untuk pengembangan Kampung Alpukat di Desa Sukadana seluas 10 hektare pada Tahun Anggaran 2021. Adapun alpukat yang dikembangkan di Kampung Alpukat Desa Sukadana merupakan varietas mentera atau mentega merah.

Kepala Seksi Produksi Tanaman Hias dan Buah-buahan Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Yatti Rachmawati menyatakan, pemilihan alpukat sebagai komoditas yang dikembangkan sangatlah tepat karena buah ini juga merupakan komoditas buah yang diprioritaskan di Cianjur.

"Alpukat ini menjadi salah satu komoditas buah yang diprioritaskan di Cianjur. Oleh karena itu, Poktan Sukatani 2 sebagai penerima bantuan sangat antusias dalam mengembangkan Kampung Alpukat ini," kata Yatti.

Ia menjelaskan, lokasi Desa Sukadana dipilih karena ada kesesuaian agroklimat untuk komoditas alpukat. "Kemudian, di sini ada potensi dan kompetensi dari para petaninya untuk mengembangkan alpukat varietas mentera," jelasnay.

Ketua Poktan Sukatani 2 atau yang dikenal juga dengan Kelompok Agrofarm, H. Karmawan menjelaskan, Kampung Alpukat ini sudah berjalan 3 (tiga) bulan sejak penanaman perdana di Oktober 2021, yang turut dihadiri oleh Direktur Buah dan Florikultura, Liferdi Lukman. Sejauh ini, perkembangan Kampung Alpukat dinilainya sangat bagus.

"Dari 1000 pohon, hanya 26 pohon saja yang gagal tumbuh. Selebihnya, berhasil tumbuh dengan baik dan terlihat perkembangannya sangat bagus. Pohon alpukat ini dalam 3 tahun ke depan juga diharapkan tidak hanya menghasilkan alpukat saja, tetapi bisa menjadi pohon naungan bagi tanaman lain, seperti kopi dan asparagus. Ini bukti bahwa Agrofarm mengembangkan sistem integrated farming," jelas Karmawan.

Karmawan menjelaskan, pohon-pohon alpukat ini mulai bisa panen di tahun ke-4 dengan estimasi pendapatan total Rp137.500.000 dalam 3 kali panen dan diperkirakan dapat balik modal atau BEP di tahun ke-5. Keuntungan ini diharapkan mampu terus bertambah dengan pengembangan Kampung Alpukat di lahan kosong yang masih tersedia di Desa Sukadana.

"Harapannya, Kampung Alpukat ini mampu berkelanjutan. Masih ada ratusan hektare lahan kosong di desa ini. Jadi, jika nanti Kampung Alpukat di sini berhasil, saya rasa bisa dikembangan juga di lahan-lahan kosong tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Pembina Agrofarm, Wisnu Wardoyo mengatakan, Agrofarm memang telah mengimplementasikan integrated farming. Di Agrofarm, tidak hanya ada lahan pertanian saja, tetapi juga peternakan untuk menyediakan pupuk kandang organik dan perikanan sebagai barometer pencemaran.

"Di sini, sistemnya adalah integrated farming. Termasuk dari pupuknya yang menggunakan pupuk alami dari kotoran hewan yang ada di peternakan kami. Jadi, kita tidak membeli pupuk dari luar. Dengan integrated farming, biaya produksi dapat lebih hemat bisa sekaligus melakukan penanaman beberapa tanaman, dan setiap hari selalu ada yang dipanen, sehingga jauh lebih menguntungkan," jelas Wisnu.

Selain alpukat, di lahan Agrofarm juga turut ditanami dengan asparagus dan buncis. Menurut Wisnu, kombinasi ketiga tanaman ini dipilih karena pemupukannya dapat dilakukan sekaligus. Dengan memberi pupuk ke tanaman asparagus dan buncis, maka pohon alpukat tidak perlu diberi pupuk lagi sebab bisa mengambil residu pupuk dari asparagus dan buncis.

Lebih lanjut, Wisnu mengungkapkan, keberlanjutan Kampung Alpukat ini ada di tangan petani-petani milenial. Dengan sistem integrated farming yang digunakan oleh Agrofarm, ini dapat menjadi kesempatan bagi para petani milenial untuk dapat mengembangkan pertanian yang berkelanjutan dan menghasilkan keuntungan lebih banyak.

“Usaha pengembangan Kampung Alpukat harus dibantu oleh petani milenial yang berwawasan, mandiri, dan mampu memanfaatkan teknologi. Campur tangan petani milenial ini diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan penduduk yang menjadi tenaga kerja di luar negeri (TKI) karena penghasilan di kampungnya sendiri sebagai petani sudah sangat mencukupi,” tutup Wisnu.

KEYWORD :

Ditjen Hortikultura Kampung Alpukat Cianjur Ekspro Pertanian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :