Selasa, 21/05/2024 14:35 WIB

Kasus Hukum MeMiles Masih Prematur

Aplikasi MeMiles yang sedang menghadapi kasus hukumnya dijadikan forum diskusi. Kejahatan atau kesejahtraan?

Saat diskusi publik terkait aplikasi MeMiles. (Foto: Jurnas/Ginting).

Jakarta, Jurnas.com- Ratusan anggota dari aplikasi MeMiles kumpul untuk mengikuti forum diskusi seputar kasus hukum yang menbjerat para petinggi aplikasi tersebut. Kasus dugaan invetasi bodong itu ditangani oleh Polda Jatim yang hingga kini prosesnya masih berjalan.  

Sebaliknya ratusan anggota MeMiles tersebut, semua memberikan testimoninya. Dari seluruh testimoni peserta, tak ada satupun yang merasa tertipu dan dirugikan oleh bisnis MeMiles ini. Melihat testimony para anggota itu, Guru Besar Hukum Pidana UI Dr Chudry Sitompul, SH, MM dalam diskusi mengatakan, Kesimpulan dari kasus MeMiles ini masih prematur dan hukum harus punya kepastian. Pertanyaannya kemudian, kasus MeMiles ini sebenarnya kejahatan atau kesejahteraan?

“Nah jadi begini, karena perspektif pidana, kalau dibilang pidana itu selalu ada kejahatan, kejahatan artinya ada suatu ketentuan yang mengatur lebih dahulu mengenai perbuatan yang dilarang, yang menimbulkan kerugian orang lain dan pelanggaran itu dikenakan sanksi hukum badan, atau penjara,” ungkap Chudry  Sitompul di Hotel Sahid Jaya baru-baru ini.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Pengamat Sosiologi Politik Dr Syahganda Nainggolan, Mantan Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani, Digital Marketing Expert Jordy Wong Sidharta, dan Ketua Forum Komunikasi MeMiles Nasional, David Okta.

“Jadi saya kira, karena perbuatannya tidak jelas, maka kita sulit menentukan MeMiles ini masuk ke pidana apa? Apakah dikenakan UU Perbankan, apakah dikenakan ke UU Perdagangan, atau KUHP biasa, seperti penipuan. Jadi, peraturan mana yang dilanggar? Peraturan itu kan ada unsur-unsurnya, ada elemen-elemennya. Apakah semua elemen dan unsur-unsur pidana itu terpenuhi oleh perbuatan ini. Makanya ini prematur,” jelasnya.

Chudry menambahkan, jika MeMiles ini dimasukkan sebagai perbuatan yang mengandung unsur penipuan, maka faktanya para anggota MeMiles tidak merasakan adanya unsur tersebut. Sebaliknya, mereka kecewa karena polisi menghentikan bisnis aplikasi tersebut.

“Jadi ini jelas adalah tidak jelas. Apakah ini perbuatannya yang dilarang, atau akibatnya yang dilarang. Ini kan belum jelas. Kalau misalnya dikatakan penipuan, siapa korbannya yang ditipu? Justru kebalikannya, para member ingin kegiatan MeMiles diteruskan,” tutur Chudry.

“Jika dimasukkan ke TPPU, harus ada kejahatan awal, predicate crime-nya dulu. Memang dalam perkara korupsi itu diajukan penuntutan bareng, tetapi itu kan dalam perkara korupsi, di mana TPPU-nya memang ada. Sehingga proses penuntutannya gak usah bertingkat, berbareng aja, jadi ia dikenakan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Tapi tetap harus ada kejahatan yang mendahuluinya, atau predicate crime itu. Gak bisa langsung melakukan tindak pidana pencucian uang kalau tidak bisa dibuktikan kejahatan lain yang mendahuluinya. Nah, kalau MeMiles ini apa kejahatan awalnya?” sambungnya.

MeMiles sendiri merupakan sebuah aplikasi yang diklain sebagai pembeli slot iklan. Setiap member yang menggunakan aplikasi tersebut merasa diuntungkan. Belum setahun berdiri, aplikasi ini sudah meraup omset ratusan milyar rupiah.

KEYWORD :

Kasus MeMiles Masih Prematur Diskusi Publik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :