Jum'at, 26/04/2024 12:44 WIB

Sejarawan: Kerusuhan 27 Juli 1996 Libatkan Orba Soeharto, Menlu AS, Hingga SBY

Sebenarnya sejak 2 Oktober 1965, Orba sudah melakukan represi. 

Asvi Warman Adam (Sejarawan) dalam sebuah diskusi virtual

Jakarta Jurnas.com - Sejarawan Asvi Warman Adam mengisahkan peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli) dimana terjadi penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Ternyata, Kudatuli adalah rangkaian kegiatan yang melibatkan rezim Orde Baru Soeharto, Mantan Menlu AS Warren Christopher, hingga sejumlah pejabat militer saat itu. Termasuk Sutiyoso yang saat itu merupakan Pangdam Jaya dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kepala Staf Komando Kodam Jaya.

Hal itu terungkap dalam penjelasan Asvi Warman Adam saat berbicara dalam diskusi virtual Forum Jas Merah bertema "Huru-Hara di Penghujung ORBA: Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996", di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Moderator Bonnie Triyana menjelaskan, narasi yang mayoritas disampaikan ke masyarakat adalah bahwa peristiwa 27 Juli 1996 adalah aksi kekerasan massa Pro-Soerjadi yang ingin merebut kantor DPP PDI yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Dimana Soerjadi `disponsori` rezim Orde Baru (Orba) karena saat itu Megawati terpilih sebagai ketua umum partai. Jadi insiden itu adalah insiden perebutan kantor DPP PDI.

Asvi Warman Adam lalu menjelaskan bahwa sebenarnya sejak 2 Oktober 1965, Orba sebenarnya sudah melakukan represi. Misalnya pembredelan semua koran terkecuali koran terkait militer.

Tindakan represif itu berlanjut terus sepanjang 30 tahun. Contoh di tahun 1980-an, ada 3 pemuda menjual buku karangan Pramoedya Ananta Toer dihukum lebih dari 5 tahun hanya karena menjual buku yang dinyatakan dilarang oleh Orba.

Nah dalam kasus PDI, terjadi kenaikan suara partai itu sejak 1987 hingga 1992, yang antara lain disebabkan masuknya putra putri Bung Karno ke partai. Yakni Megawati dan Guruh Soekarnoputra sejak 1987. "Ini jelas mengkhawatirkan rezim berkuasa," imbuhnya.

Selain itu, ternyata ada aspek internasional melingkupi peristiwa itu. Sebab pada 23-25 Juli 1996, Menlu AS Warren Christopher datang ke Indonesia untuk hadir di pertemuan menteri-menteri luar negeri. Dan di kesempatan itu, Christopher sempat bertemu dengan Komnas HAM dan Menlu Rusia Primakov. Menurut penuturan Alm. Taufiq Kiemas, kata Asvi, sebenarnya pada 28 Juli 1996, Menlu Christopher akan bertemu dengan Megawati.

"Jadi sehari sebelum pertemuan itu terjadi peristiwa 27 Juli 1996. Jadi rezim Orba tak ingin terjadi pertemuan antara Megawati dengan Menlu AS yang memberi perhatian dengan masalah HAM ke Indonesia dan beberapa negara lain di dunia. Ini aspek penting juga, bahwa peristiwa itu terjadi sehari sebelum terjadi pertemuan antara Megawati dan Warren Christopher," bebernya.

Nah jika bertanya soal dalang peristiwa itu, Asvi mengisahkan tulisan wartawan senior Rosihan Anwar yang rumahnya tidak jauh dari kantor PDI. DI hari kejadian, kebetulan Rosihan berolahraga dan mendekat dengan Kapuspen ABRI saat itu, Amir Syarifuddin. Dia mengaku mendengar langsung bagaimana Amir bicara dengan Sutiyoso lewat walkie talkie, “Yos, masuklah ke dalam. Ini hari sudah siang. Kita terlambat nanti.” Intinya, Rosihan mengungkap bahwa semua kejadian ini permainan Soeharto dengan ABRI-nya.

Selain itu, ada juga tulisan yang mengungkap adanya pertemuan pada 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya dimana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempunyai peran. Salah satunya adalah buku oleh Peter Kasenda.

"Ada pertemuan 24 Juli 1996 di Markas Kodam Jaya, dipimpin SBY dan disitu dibicarakan juga rencana mengambil alih kantor PDI ini. Jadi ada beberapa kemungkinan dalang atau aktor intelektual kejadian itu ditulis di media massa, tapi tak sampai ke pengadilan," urai Asvi.

Satu yang jelas, Asvi mengatakan bahwa peristiwa 27 Juli 1996 adalah awal perlawanan rakyat yang sistematis terhadap rezim Orba. Karena rakyat merasakan benar tekanan keras kepada masyarakat dan parpol. "Kejadian ini juga sekaligus awal kejatuhan Orba di 1998," imbuh Asvi.

KEYWORD :

Kudatuli PDI Orde Baru SBY Asvi Warman Adam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :