Jum'at, 19/04/2024 16:22 WIB

KPK Diminta Segera Tuntaskan Kasus Subkontraktor Fiktif Waskita Karya

Djusman mengaku setuju soal desakan agar PT Waskita Karya diblacklist dan tidak lagi diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan proyek-proyek yang dananya bersumber dari APBN dan hanya bisa mengerjakan proyek investasi dari BUMN.

PT Waskita Karya

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segara menuntaskan Kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya.

Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar, Djusman AR mengatakan, kasus subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya ini sudah bergulir sejak November tahun lalu.

Kasus ini menurutnya menjadi teka-teki di tengah publik. Bukan saja, saja masyarakat di mana proyek itu dilaksanakan, tapi sudah menjadi perhatian nasional.

"Kasus ini menarik dipertanyakan. Dari awal ada kesalahan. Ada kesan PT Waskita Karya selalu mendapat proyek. Yang pasti dan parahnya di sini, proyek itu disubkontrakkan. Tidak ada kehati-hatian, atau mungkin ada kesengajaan sehingga ada 14 proyek fiktif," tegas Djusman, Minggu (14/6).

Koordinator Forum Komunikasi Lintas (FoKaL) NGO Sulawesi itu mengatakan, KPK harus menunjukkan tajinya pada kasus ini yang mana diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.

"KPK harus menjawab ini. Ini akan menjadi ujian integritas KPK di tengah merosotnya kredibilitas mereka di mata publik, mereka harus segera menuntaskannya. Kita dari NGO akan terus memantau. Modus operandinya jelas, terang sekali. Fiktif. Ada tersangka. Harus jelas, termasuk apakah tersangka memang hanya dua orang itu. Pemeriksaan jangan hanya sebatas PT Waskita Karya karena pasti ada pihak lain yang terlibat di sana," ujarnya.

"Ada kongkalikong dengan perusahaan penerima subkontraktor. Dari awal ada yang salah. Kita tidak mau kasus ini berlarut-larut yang pada akhirnya menimbulkan apriori publik. KPK harus tegas. Jangan cederai peran serta masyarakat. Persembahkan kinerja baik. Jangan hanya nama KPK saja yang garang, tapi kinerja mengecewakan," lanjut Djusman.

Intinya, kata Djusman, karena sudah ditangani KPK sejak November, semua orang yang diduga terlibat harus diperiksa.

"Publik tidak berharap hanya sampai di situ (dua tersangka, Red). Penyidik KPK harus cermat. Intinya, dibongkar semua. Perlihatkan taji. Dengan adanya tersangka, ini bukan lagi dugaan. Terlepas bahwa kita tidak ingin mendahului proses hukum berikutnya. Karena, KPK sangat ketat dalam menetapkan tersangka," ulas Djusman.

Djusman menegaskan, KPK harus mempercepat penyelesaian kasus ini. "Jangan hanya panas-panas tahi ayam. Mana tersangka di manajemen dan orang luar. Kerugian Rp186 miliar itu tidak kecil. Dan proyek fiktif ini terjadi bukan hanya oleh manajemen (PT Waskita Karya), tapi pasti ada pihak lain yang juga terlibat," jelasnya.

Djusman mengaku setuju soal desakan agar PT Waskita Karya diblacklist dan tidak lagi diperbolehkan untuk mengikuti kegiatan proyek-proyek yang dananya bersumber dari APBN dan hanya bisa mengerjakan proyek investasi dari BUMN.

Menurutnya, semua perusahaan yang punya masalah hukum fatal dalam proyek yang mereka kerjakan, mesti di-blacklist. Bahkan, mereka harus didenda. "Oh iya, benar itu. Aturannya memang begitu dan bahkan dikenakan denda," tegas Djusman.

Kasus ini bermula ketika beberapa perusahaan subkontraktor fiktif ditunjuk melaksanakan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan PT Waskita Karya yang tak lain adalah perusahaan BUMN. Ada 14 proyek dalam kasus subkontraktor fiktif PT Waskita Karya tersebut.

Proyek tersebut yakni, Proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat, Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta, Proyek Bandara Kuala Namu, Medan, Sumatra Utara, Proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat, Proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta, Proyek PLTA Genyem, Papua, dan Proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat.

Yang lain adalah Proyek Flyover Tubagus Angke, Jakarta, Proyek Flyover Merak-Balaraja, Banten, Proyek Jalan Layang Non-Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta, Proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W1, Jakarta, Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali, Proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali, serta Proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Perusahaan lain disebut-sebut sudah mengejarkan sebagian dari proyek ini. Akan tetapi, diduga direkayasa sedemikian rupa sehingga seolah-olah akan dikerjakan empat perusahaan subkontraktor. Perusahaan subkontraktor ini kemudian diduga tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.

PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut. Kemudian, perusahaan subkontraktor itu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak. Termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi oleh mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar selaku mantan Kabag dan Keuangan Risiko Divisi II Waskita Karya.

KEYWORD :

Djusman AR KPK Waskita Karya Kasus Korupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :