Sabtu, 20/04/2024 05:34 WIB

Irak Kirim Delegasi ke Rusia, China dan Ukraina Bahas Pertahanan

Anggota parlemen Irak sedang mencari senjata dengan imbalan pengiriman minyak Irak, mirip dengan perjanjian minyak untuk rekonstruksi yang ditandatangani dengan China baru-baru ini.

Sistem pertahanan udara S-400 (Foto: Sergey Pivovarov / Sputnik)

Baghdad, Jurnas.com - Anggota parlemen Irak mengatakan, pemerintah Baghdad akan mengirim delegasi ke Rusia, China dan Ukraina untuk membahas pengadaan sistem rudal pertahanan udara modern.

"Delegasi berniat mengunjungi negara-negara seperti Rusia, China dan Ukraina untuk menegosiasikan pembelian sistem modern untuk melindungi wilayah udara Irak," kata anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen, Badr al-Ziyadi kepada surat kabar Arab al-Sabaah.

"Parlemen Irak sekarang membentuk eksekutif bersama dan delegasi legislatif untuk mengunjungi negara-negara maju dan menandatangani kontrak untuk pengadaan senjata canggih," sambungnya

Ziyadi lebih lanjut mencatat, anggota parlemen Irak sedang mencari senjata dengan imbalan pengiriman minyak Irak, mirip dengan perjanjian minyak untuk rekonstruksi yang ditandatangani dengan China baru-baru ini.

"Banyak negara telah mengindikasikan kesiapan mereka untuk mengirim senjata modern ke Irak dengan imbalan minyak. Ini adalah cara terbaik untuk memastikan pengiriman senjata baik ke Irak tanpa korupsi dan penyuapan," kata anggota parlemen itu.

Ziyadi juga mengatakan, delegasi akan mengadakan pembicaraan mengenai penyelesaian pemasangan perangkat pencitraan termal modern di perbatasan, yang akan membantu mendeteksi dan mencegah infiltrasi teroris.

"Persenjataan pasukan perbatasan yang tidak memadai dengan senjata modern adalah hasil dari kesalahan dalam mengandalkan perjanjian dengan Amerika Serikat yang menghabiskan banyak uang dan tidak pernah sepenuhnya menyelesaikan proyek)," katanya.

"Inilah sebabnya orang Irak harus mengandalkan diri mereka sendiri dan beralih ke blok timur untuk memperlengkapi pasukannya," sambungnya.

Pada 16 Januari, Ali al-Ghanmi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen, menepis ancaman AS untuk menjatuhkan sanksi pada Baghdad atas pengadaan sistem pertahanan rudal S-400 canggih buatan Rusia.

"Sanksi AS terhadap Irak membutuhkan persetujuan dari badan pembuat keputusan di negara itu," kata Ali al-Ghanmi dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Baghdad Today berbahasa Arab.

Ia menegaskan bahwa langkah-langkah hukuman AS atas sistem rudal S-400 Rusia akan menjadi sanksi formal, yang tidak akan benar-benar terwujud dan akan gagal mencapai tujuannya.

"Menurut Konstitusi, Irak bebas mempersenjatai diri, memiliki perangkat keras militer dan membeli sistem apa pun yang dianggapnya sesuai dengan keadaan. Impor sistem rudal S-400 membutuhkan pengawasan Rusia dan pelatihan personel militer Irak," kata Ghanmi.

Gedung Putih memperingatkan Irak tentang konsekuensi perluasan kerja sama militer dengan Rusia, dan melakukan kesepakatan untuk membeli persenjataan canggih, khususnya sistem rudal S-400.

Mantan juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert mengatakan, Washington sudah menghubungi banyak negara, termasuk Irak, untuk menyampaikan pentingnya Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi Sanksi (CAATSA) dan konsekuensi yang akan timbul.

Pada 2 Agustus 2017, Presiden AS, Donald Trump menandatangani undang-undang CAATSA yang menjatuhkan sanksi terhadap Iran, Korea Utara dan Rusia.

KEYWORD :

Pertahanan Udara Senjata Modern Amerika Serikat Donald Trump Badr al-Ziyadi Pertahanan Irak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :