Kamis, 25/04/2024 05:27 WIB

Pemilu Myanmar Dibayangi Konflik Bersenjata

Sejak Desember 2018, pertempuran antara militer dan Tentara Arakan meningkat di Rakhine. Lebih dari 50.000 mengungsi karena konflik itu, menurut kelompok masyarakat sipil.

Pengungsian Rohingnya Myanmar

Naypyidaw, Jurnas.com – Pemilu Myanmar yang akan digelar tahun depan terus dibayangi konflik bersenjata. Konflik itu sudah berlangsung selama tujuh dekade dan menghambat upaya negara tersebut menuju demokrasi.

Sejak mantan presiden U Thein Sein memulai negosiasi damai dengan kelompok etnis bersenjata pada 2012, proses perdamaian belum juga menunjukkan hasil yang diinginkan.

Pembicaraan perdamaian di bawah Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa, yang memerintah sejak 2016, terhambat dan memicu kemarahan puluhan kota di seluruh negeri.

Pada 2015, tujuh kota dan lebih dari 400 desa tak dapat memberikan suara karena konflik. Kini, pertempuran terkonsentrasi di Negara Bagian Rakhine dan Shan, dua wilayah politik terbesar di negara itu.

Sejak Desember 2018, pertempuran antara militer dan Tentara Arakan meningkat di Rakhine. Lebih dari 50.000 mengungsi karena konflik itu, menurut kelompok masyarakat sipil.

Pertempuran meningkat di 11 kota di Sittwe dan Maungdaw, Rakhine. Jika konflik tak segera dihentikan, akan lebih banyak daerah tak dapat melakukan pesta demokrasi.

Jika itu terjadi, sejumlah analis memperkirakan partai-partai etnis Rakhine akan memiliki kesempatan lebih besar untuk mengendalikan parlemen ketimbang partai nasional.

Selain prihatin tak memenangkan pemilihan, Sekretaris Jenderal Liga Nasional Arakan untuk Demokrasi U Myo Kyaw juga risau soal citra Myanmar yang sudah terlanjur compang-camping di masyarakat internasional.

"Bentrokan terjadi di 10 kita, itu sangat mengkhawatirkan," katanya.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) mengatakan, empat pihak di Rakhine telah mendaftar untuk mengikuti pemilihan, namun minat warga untuk memberikan suara bisa jadi menurun karena konflik.

Di Shan, pertempuran terjadi antara kelompok etnis bersenjata Aliansi Utara dengan militer, yang menewaskan 26 orang dan menyebabkan ribuan lainnya mengungsi.

Aliansi itu terdiri dari Tentara Pembebasan Nasional Ta`ang, Tentara Aliansi Demokrasi Nasional Myanmar, dan Tentara Arakan—yang menyerang fasilitas pemerintah di Pyin Oo Lwin di Wilayah Mandalay dan Nawngcho di Shan pada 15 Agustus lalu.

Para perunding pemerintah dan aliansi telah dua kali bertemu di Kyaingtong yang menyebabkan pertempuran terhenti sementara namun kemudian meletus kembali.

Rencananya kedua belah pihak akan bertemu kembali bulan ini untuk mencapai kesepakatan soal gencatan senjata. (aa)

KEYWORD :

Pemilu Myanmar Daerah Konflik Asia Tenggara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :