Sabtu, 20/04/2024 14:28 WIB

Presiden Iran menolak retorika anti-nuklir Amerika

Presiden Iran menolak retorika anti-nuklir Amerika, dengan mengatakan Amerika Serikat satu-satunya negara yang pernah menggunakan bom atom.

Presiden Iran Hassan Rouhani (Foto: Reuters)

Jakarta - Presiden Iran Hassan Rouhani tidak akan menyerah di tengah derasnya tekanan dari Washington. Ia mengatakan upaya Amerika Serikat menjegal kesepakatan nuklir akan membuat negara itu lebih terisolasi dari pada sebelumnya

"Hari ini Amerika Serikat akan lebih terisolasi dari sebelumnya dalam penentangannya terhadap kesepakatan nuklir dan dalam plotnya terhadap orang-orang Iran," kata Rouhani, dilansir RT, Sabtu (14/10)

Selama pidato di televisi pada Jumat, Rouhani menekankan kesepakatan tersebut tidak dapat diganggu gugat, apalagi ada penambahan dan pengurangan poin-poin terhadapnya.

"Teheran tetap akan berkomitmen terhadap kesepakatan tersebut. Iran tidak akan pernah ragu untuk memberikan jawaban yang benar jika kepentingannya dilanggar," Rouhani memperingatkan.

"Bangsa Iran tidak dan tidak akan pernah tunduk pada tekanan asing. Tehran dan kesepakatan itu lebih kuat dari sebelumnya," kata Rouhani.

Presiden Iran menolak retorika anti-nuklir Amerika, dengan mengatakan Amerika Serikat satu-satunya negara yang pernah menggunakan bom atom. Ia juga mengecam sanksi baru yang dijatuhkan terhadap Korps Pengawal Revolusi Iran.

"Tidak ada masalah dengan sanksi, Korps Pengawal Revolusi Islam Iran akan terus melanjutkan perjuangannya melawan teroris regional," kata Rouhani.

Sebelumnya pada Jumat, Trump mengumumkan, pemerintahannya tidak akan merumuskan kembali kepatuhan Iran terhadap perjanjian nuklir tersebut dan mengumumkan sanksi baru terhadap Teheran.

Pemimpin Amerika Serikat tersebut mengatakan, ia ingin Kongres membuat undang-undang yang akan mengubah kesepakatan nuklir tersebut. Jika negosiasi dengan Teheran mengenai amandemennya gagal, kesepakatan akan dihentikan," ia memperingatkan.

 Trump selalu bersikap kritis terhadap kesepakatan Iran, yang ditandatangani pada 2015 setelah bertahun-tahun melakukan negosiasi dengan Teheran dan sekelompok kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis, China, Jerman dan Uni Eropa.

Meski begitu, tak banyak negara yang setuju dengan Trump. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini menekankan kesepakatan nuklir tersebut bukan merupakan kesepakatan bilateral. Itu bukan milik satu negara dan tidak sampai satu negara pun dapat menghentikannya. 

Kementerian Luar Negeri Rusia juga mengecam pidato pemimpin Amerika Serikat tersebut, dengan mengatakan setiap penggunaan retorika agresif dalam hubungan internasional telah gagal. Moskow juga menunjukkan, setiap pembaharuan sanksi PBB terhadap Iran tidak dapat dipertanyakan.

KEYWORD :

Iran Kesepakatan Nuklir Amerika Serikat Inggris




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :