Selasa, 21/05/2024 05:50 WIB

Ketum PPSKI Sebut Wabah PMK Bikin Peternak Panic Selling

Ketum PPSKI Sebut Wabah PMK Bikin Peternak Panic Selling

Vaksinasi PMK. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com - Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Nanang Purus Subendro mengatakan, penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang begitu masif membuat syok para pelaku usaha peternakan skala kecil maupun besar.

Hal itu disampaikan Nanang pada webinar yang digelar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan), bertemakan "Iduladha Dibayang-Bayangi PMK, Amankah?" Jakata, Kamis (30/6).

"Awalnya kami waktu diumumkan wabah PMK di Jawa Timur dan Aceh kami tidak terlalu khawatir, tapi ternyata dalam perkembangannya PMK penyebarannya sangat masif dan sangat luar biasa," ujarnya.

Saking masifnya, lanjut Nanang, dalam waktu singkat penyebaran PMK sudah terdeteksi di 19 provinsi dan lebih 200 dari kabupaten/kota di tanah air. Bahkan, saat ini khususnya di Jawa sudah zona merah. "Ini tentu saja membuat syok pelaku usaha peternakan skala kecil dan besar," ujarnya.

Nanang memaparkan banyak sekali kendala yang harus dihadapi peternak saat ini. Contohnya, sapinya yang mau dikurbankan tiba-tiba terjangkit PMK. Padahal, sapi tersebut sudah di DP atau sudah dibayarkan.

"Tinggal kirim saja menjelang hari H Iduladha, ternyata terpapar dan tidak bisa dikirim," jelasnya.

Bukan hanya itu, lanjut Nanang, yang selama ini juga menjadi kendala peternak adalah ternaknya sehat, tetapi masuk zona terpapar. Sehingga, ternak tidak bisa dikirimkan ke luar daerah seperti kota-kota besar Jakarta, Bandung dan lain sebagainya.

"Hal ini membuat apa yang namanya panic selling, jadi peternak harus menjual lokalan di seputaran kandang mereka dengan harga yang sangat memprihatinkan," ungkapnya.

Hal ini memprihatinkan, kata Nanang, mengingat pada momen Iduladha peternak biasanya menikmati kenaikan harga 10-25 persen dari harga normal, terpaksa harus turun sampai 10-25 persen.

"Belum lagi kalau yang sudah terpapar dan terpaksa harus dipotong paksa. Dipotong paksa itu penurunannya luar biasa. Sapi yang sekitar Rp 25 juta turun menjadi Rp 10-8 juta. Ini yang membuat peternak sangat terpukul," ujarnya.

Sementara itu, Nanang juga mempertanyakan kejelasan dana ganti rugi yang dijanjikan pemerintah untuk ternak pemusnahan sapi terjangkit PMK.

"Yang kita tunggu-tunggu ganti rugi ternak yang mati atau dipotong paksa persyaratannya apa saja, yang memverifikasi siapa, yang memvalidasi siapa dan surat keterangan itu oleh siapa, sehingga kami tidak kehilangan peluang mendapat kompensasi dari pemerintah," ujarnya.

Kemudian, Nanang juga meyampaikan bahwa ternak terjangkit PMK atau yang sudah sembuh masih bisa menjadi carrier (pembawa) virus kepada ternak lainnya. Dengan begitu, cepat atau lambat sapi ini harus dipotong bersyarat.

"Karena jumlahnya kami perkirakan sangat banyak, kami minta kepada pemerintah melalui Badan Ketahanan Pangan Nasional untuk memberikan penugasan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) atau PT Berdikari agar mau menampung ternak dari peternak yang terpapar PMK," ujarnya.

Ia berharap daging tersebut menjadi buffer stock pemerintah, sehingga tidak perlu lagi mengimpor daging kerbau dari India.

"Sehingga ada dua keuntungan, pertama kita tidak perlu buang devisa dan kedua kita membantu peternak dengan adanya satu institusi pemerintah yang mau menampung ternak dalam kondisi kedarutan," ujarnya.

KEYWORD :

PPSKI Wabah PMK Panic Selling Nanang Purus Subendro




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :