Kamis, 25/04/2024 22:28 WIB

Tangani Corona, KLHK Dorong Kebijakan Insentif untuk Industri Daur Ulang

KLHK tetap ingin mendorong kebijakan insentif untuk industri daur ulang yang memanfaatkan scrap/sampah dari dalam negeri

Ilustrasi sampah plastik (foto: google)

Jakarta, Jurnas.com - Di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mendorong kebijakan insentif untuk industri daur ulang yang memanfaatkan scrap/sampah dari dalam negeri. Misalnya dalam bentuk pengurangan pajak dan kemudahan kredit. Hal itu disebabkan dampak pandemi Covid-19 yang juga sangat memukul industri daur ulang ini.

“KLHK tetap ingin mendorong kebijakan insentif untuk industri daur ulang yang memanfaatkan scrap/sampah dari dalam negeri. Misalnya memberikan pengurangan pajak atau kemudahan kredit, dan lain-lain,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, saat diwawancarai Kamis (23/4).

Dia mengatakan dalam kondisi saat ini , semua sektor dan semua orang terkena dampak dari wabah Covid-19. Bukan hanya sektor informal saja, khususnya masyarakat yang bergerak pada kegiatan persampahan juga terkena dampaknya. Selain karena protokol PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang pasti mengurangi pergerakan secara fisik, menurut Vivien, jatuhnya harga minyak juga menjadikan harga beli sampah plastik ikut menjadi turun.

“Jadi, berkaitan dengan scrap/sampah plastik tentu kita harus bersabar. Karena begitu kondisi wabah berhenti, dengan sendirinya permintaan naik. Secara langsung akan menaikkan kembali harga minyak, pada saat itu harga scrap/komunitas plastic juga akan membaik,” katanya.

Terhadap para pemulung, KLHK juga sedang mendorong agar sektor informal tersebut masuk dalam program "social safety net" yang akan dikoordinasikan dengan Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan.

Sebelumnya dalam acara media briefing yang digelar secara virtual, Rabu (22/4) lalu, Sekretaris Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) Asan Bakri, mengutarakan bahwa sekitar 3,5 juta pemulung anggota IPI sekarang kesulitan untuk menjual sampah-sampah plastic.

Hal itu disebabkan tidak ada yang mau membeli atau kalau pun ada dibeli dengan harga yang sangat murah. Saat ini, mereka baru dapat menjual jenis sampah plastik sekitar 20 persen hingga 30 persen di bagian penggilingan.

Di acara yang sama, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christin Halim mengatakan khawatir bakal banyak pengusaha yang gulung tikar terutama jika pandemi corona tak segera berakhir.

Wakil Ketua Umum ADUPI, Justin Wiganda, juga menerangkan bahwa industri daur ulang saat ini kesulitan mendapatkan bahan baku yang baik. Hal itu karena aktivitas di perkantoran, mal, atau restoran berkurang karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Dia menekankan bahwa plastik memiliki sirkulasi ekonomi yang besar dan tidak hanya menyoal pencemaran jika diolah dengan tepat. “Untuk itu seharusnya industri daur ulang juga mendapat stimulus ekonomi dari pemerintah,” ujarnya.

Ketua Umum Indonesia Plastic Recyclers (IPR), Ahmad Nuzuluddin, menjelaskan apabila masyarakat memahami bahwa plastik adalah bahan baku, bukan sampah, maka langkah awal pengelolaan sampah bisa mendapatkan angin segar.

"Kita tidak bisa memungkiri bahwa plastik tidak terpisahkan dari hidup manusia sekarang. Perlu dipahami bahwa plastik memang diciptakan untuk diguna ulang, bukan dibuang sembarangan," ucapnya.

Ahmad menerangkan di tengah pandemi ini, plastik terbukti bermanfaat sebagai bahan pembuatan masker, medical face shield, sarung tangan, alat pelindung diri (APD), bahkan hingga ruang perawatan pasien hingga kantong bantuan untuk donasi pandemi banyak komponennya yang terbuat dari plastik.

"Krisis Covid-19 ini juga menimbulkan pertanyaan baru. Bagaimanakan pengelolaan sampah medis yang jumlahnya akan meningkat di periode ini," ucapnya.

Direktur Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Edi Rivai mengatakan, saat ini recycling rate ada di kisaran 17 persen. Industri daur ulang di Indonesia terus bertumbuh dan diharapkan bertumbuh secara holistik. Konsumsi plastik dalam negeri diperkirakan mencapai 6,5 juta ton akibat peningkatan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita bisa meningkatkan rate daur ulang kan kita bisa menekan impor plastik virgin dan menggunakan material daur ulang," kata Edi.

 

 

KEYWORD :

Kebijakan Insentif Daur Ulang




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :