| Jum'at, 28/07/2017 06:04 WIB
Jakarta - Kementerian Hukum dan HAM tak berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan izin kepada penghuni Lapas Sukamiskin Muchtar Effendi untuk memenuhi panggilan Pansus Hak Angket KPK dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR pada Selasa (25/7/2017). Langkah sepihak itu disayangkan lembaga antikorupsi.
Bukan tanpa alasan lembaga superbody pimpinan Agus Rahardjo Cs menyayangkan hal tersebut. Pasalnya, meski Muchtar telah menjadi narapidana keterangan palsu di sidang Ketua MK, Akil Mochtar, Muchtar di
KPK masih bertatus tersangka suap penanganan perkara Pilkada di MK.
"ME merupakan tersangka yang kami proses sekaligus dia menjalni masa pidana, kami harap seharusnya ada koordinasi yang dilakukan yang bersangkutan kan tersangka dan kasus ditangani
KPK," ungkap Juru Bicara
KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Langkah sepihak Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi, Yasonna H Laoly yang mengizinkan Muchtar menghadiri rapat Pansus Hak Angket di
DPR RI beberapa waktu lalu itu menuai pertanyaan.
"Apa dasar kemudian Menkumham mengizinkan para terpidana untuk hadir di Pansus, saya kira itu ditanyakan kepada pihak Kemenkumham apa dasarnya? Dan kenapa itu dilakukan? dan kenapa tidak koordinasi dengan
KPK?," tutur Febri.
Yasonna pun dinilai tidak memberikan dukungan penuh kepada upaya pemberantasan korusi. Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas memerintahkan bawahannya untuk mendukung pemberantasan korupsi.
"Kami tentu berharap antar institusi ada koordinasi yang baik, apalagi pihak-pihak kementerian di bawah Presiden Jokowi mengatakan, berkomitmen untuk pemberantasan korupsi. Nah, itu seharusnya diperlihatkan dari koordinasi koordinasi yang intens dengan institusi penegak hukum, apalagi terkait dengan penanganan perkara yang masih berjalan," ujar Febri.
Namun Febri enggan berspekulasi saat disinggung mengenai kepentingan menteri asal PDIP yang disebutkan jaksa
KPK menerima aliran uang korupsi e-KTP itu. Febri mengingatkan agar tidak ada pihak-pihak yang menggangu proses penyidikan di
KPK lantaran ada sanksi pidananya.
"Kami juga mengingatkan pada pihak-pihak tertentu agar meminimalisir atau menjaga semaksimal mungkin supaya tak ada perbuatan-perbuatan yang menjadi menghalang-halangi penanganan perkara," tandas Febri.
Terpidana korupsi sekaligus penghuni Lapas Sukamiskin Muchtar Effendi sebelumnya diketahui memenuhi panggilan Pansus Hak Angket
KPK dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di
DPR pada, Selasa (25/7/2017). Muchtar dipanggil untuk menjelaskan proses hukum dan diperiksa penyidik KpK.
Kepala Lapas Sukamiskin, Dedi Handoko membenarkan pihaknya memberikan izin. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly merestui langsung Muchtar keluar lapas dan bertolak memenuhi panggilan Pansus Hak Angket.
"Ya sudah ada izin dari Pak Menteri kok," ujar Dedi saat dikonfirmasi.
Dikatakan Dedi, izin itu diberikan hanya satu hari. Namun, Dedi tak merespon saat ditanya alasan Menkumham Yasonna mengizinkan Muchtar Effendi memberikan keterangan di hadapan
Pansus Angket KPK.‬
KEYWORD :
Pansus Angket KPK DPR Yasonna Laoly