Sabtu, 27/04/2024 10:17 WIB

Kepala Perpusnas: Setiap Lukisan Bermakna Kekuatan Budaya dan Peradaban Manusia

Sebagai bentuk hasil budaya, setiap lukisan yang tercipta selalu terselip literasi secara tersirat dan tersurat

Pameran bertemakan “Literasi Lukisan Menjawab Pandemi” ini digelar di Ruang Gallery Perpustakaan Nasional RI Lt. 4, dan berlangsung hingga 10 Juni 2021 nanti.

Jakarta, Jurnas.com - Karya lukis merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia. Seni lukis menjadi bentuk ekspresi jiwa dan emosi dari pelukisnya. Lukisan sebagai bentuk manifestasi seni rupa memiliki fungsi religius, estetis, simbolis, maupun komersial.

Sebagai bentuk hasil budaya, setiap lukisan yang tercipta selalu terselip literasi secara tersirat dan tersurat. Literasi atau kemampuan mengolah pengetahuan untuk kecakapan hidup bisa diperoleh dari mana saja.

Situasi pandemi Covid-19 tidak dipungkiri mengusik sisi kreativitas manusia. Desakan, himpitan karena keadaan seringkali membuat kreativitas buntu jika tidak didayagunakan.

Seperti pada kesempatan Kamis, (20/5) pagi ini, pemustaka dan masyarakat bisa menyaksikan 74 lukisan karya Syafruddin Nisyam, Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi di Kementerian Sekretariat Kabinet RI.

Segala keresahan diekspresikanyanya lewat torehan kuas di atas kanvas. Pameran bertemakan “Literasi Lukisan Menjawab Pandemi” ini digelar di Ruang Gallery Perpustakaan Nasional RI Lt. 4, dan berlangsung hingga 10 Juni 2021 nanti.

Kepala Perpustakaan Nasional RI, Muhammad Syarif Bando, begitu antusias dengan karya lukis sebagai media literasi ini. Dalam sambutannya, Muhammad Syarif Bando menjabarkan bahwa seiring perkembangan zaman, banyak dikenal aliran dalam seni lukis, seperti aliran naturalis, romantis, surealis, impresionis, abstrak, dan lain-lain.

“Sebagai perwujudan yang mengkomunikasikan pengalaman batin, maka setiap goresan ataupun torehan yang terlukis mampu disajikan secara indah sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pada manusia yang menghayatinya,” katanya dalam Talk show sebelum pembukaan pameran, yang diselenggarakan oleh Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca (PAPPBB) Perpustakaan Nasional.

Talk show ini menghadirkan narasumber Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando, Wakil Menteri Sekretaris Kabinet Fadlansyah Lubis, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, Staf Khusus Presiden Putri Tanjung, Pakar Lukisan Imam Ali Wahyudi, dan Pegiat Literasi Lukis Safruddin.

Muhammad Syarif Bando mengatakan bahwa lukisan diartikan sebagai kekuatan budaya dan peradaban manusia karena di dalam aktivitas melukis manusia dilatih untuk selalu jeli, cermat, dan teliti mengamati fenomena alam dan kehidupannya.

“Indonesia memiliki banyak pelukis yang karyanya mendunia, sebut saja Basuki Abdullah, Raden Saleh, maupun Affandi. Dari imajinasi dan kreativitas mereka, ratusan lukisan berhasil dituangkan ke dalam kanvas,” sambungnya.

Secara khusus, Perpustakaan Nasional RI menyimpan 533 koleksi lukisan, dan lukisan reproduksi British Library. Lukisan reproduksi berjudul “2 Female Figures Candi Sari” yang dibuat pada Januari 1812, berukuran 41 x 52 cm merupakan salah satu koleksi tertua yang dimiliki Perpustakaan Nasional RI. Pemustaka bisa melihatnya di Lantai 16.

Ia menginfokan pula bahwa jumlah koleksi digital yang terdata dalam website khastara.perpusnas.go.id, antara lain 1.460 naskah kuno, 227 judul buku langka, 1.548 judul pada koleksi peta, 5.712 judul pada koleksi foto, gambar, dan lukisan, serta 112 judul untuk koleksi majalah dan surat kabar langka.

“Fasilitas Layanan Perpustakaan Nasional RI yang berada di Jalan Merdeka Selatan No 11, tidak statis hanya untuk dikunjungi atau aktivitas pemustaka. Ada area pameran, studio musik, teater, teater mini, hingga ruang diskusi yang bisa dimanfaatkan oleh pemustaka,” ajak Muhammad Syarif Bando.

Syafruddin Nisyam dalam sesi yang sama menceritakan bahwa pandemi Corona takan bisa menyurutkan semangat manusia di dunia untuk tertunduk lesu, meratapi nasib. Ini adalah tantangan yang jarang ada, yang sejatinya membuat manusia bisa berkarya dengan banyak cara.

Ia mencontohkan dirinya sendiri yang pada saat melakukan aktivitas WFH, sebagai salah Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi di Kementerian Sekretariat Kabinet RI, tetap melakukan berbagai aktivitas produktif. Termasuk membuat puisi, memelihara anggrek, menulis novel dan buku hingga menghasilkan 74 karya lukis yang dipamerkan ini.

“Ini untuk mendorong anak-anak muda serta diri saya untuk ‘Ayo, kita bisa melakukan sesuatu’,” katanya.

Dari ke-74 lukisan karya Syafruddin Nisyam ini, ia mengambil berbagai tema sosial budaya dan kemasyarakatan yang kurang lebih terjadi dalam situasi pandemi ini. Ada goresan yang menggambarkan kecantikan pemandangan Indonesia, sampai pada peristiwa pilu tenggelamnya KRI Nanggala 402 tak luput dari sapuan kuasnya.

“Begitu saya lihat di tivi, dan ada dorongan di perasaan saya, saya tuangkan dalam lukisan,” sambungnya.

Hetifah Sjaifudian, Wakil Ketua Komisi X DPR RI juga memberi dorongan besar untuk seni lukis dalam bingkai literasi ini. Ia menjabarkan bahwa seni memiliki nilai ekonomi, dimana industri seni dan kreatif mendukung pembangunan berkelanjutan dan membuka kesempatan kerja yang inklusif.

“Di seluruh dunia, sektor ini berkontribusi terhadap US$250 milyar penghasilan per tahun, serta membuka 29.5 juta pekerjaan,” katanya.

Di kontekskan dalam momen pandemi kali ini, Hetifah juga melihat seni berdampak positif kepada kesehatan mental masyarakat sehingga meningkatkan kebahagiaan. Beberapa perguruan tinggi dan organisasi telah melakukan terapi seni kepada anak-anak korban bencana di Aceh, Padang, Palu, diantaranya ITB dan UGM.

“Pengembangan terapi seni untuk anak lebih menekankan kepada melukis dan menggambar. Terapi ini cukup berhasil untuk memulihkan kembali (recovery) kondisi psikis mereka pasca Tsunami. Seni memang memiliki efek katarsis (pelepasan stress), sehingga sangat efektif dalam trauma healing,” sambung dia.

KEYWORD :

Pameran Lukisan Perpustakaan Nasional Syarif Bando Kekuatan Budaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :