Sabtu, 27/04/2024 09:57 WIB

BKKBN: Tingginya Unmet Need Ancam Peluang Bonus Demografi

Tantangan saat ini yang dihadapi pihaknya adalah angka unmet need yang masih 12 persen dan angka unwanted pregnancy yang masih bisa mencapai 17 persen rata-rata nasional.

Logo Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (Foto: Supianto/ Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan, peluang bonus demografi masih dihadapkan pada tantangan tingginya unmet need KB.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, peluang terjadinya bonus demografi tidak berulang dua kali, walau secara teori bisa saja. Untuk Indonesia, bonus demografi pertama akan diraih pada 2025 dengan angka ketergantungan 46. Artinya, 100 orang produktif menanggung 46 orang yang tidak produktif, di antaranya anak-anak dan lansia.

"Kesempatan meraih sejahtera, menjadi kaya, dan maju negara ini adalah saat ada peluang bonus demografi," ujar Hasto saat membuka acara puncak Hari Vasektomi Sedunia dan Hari Kesehatan Nasional 2020 di kantor BKKBN, yang juga digelar secar virtual, Jakarta, Rabu (2/12).

Meski demikian, Hasto menyampaikan bahwa tantangan saat ini yang dihadapi pihaknya adalah angka unmet need yang masih 12 persen dan angka unwanted pregnancy yang masih bisa mencapai 17 persen rata-rata nasional.

Mengetani tantangan tersebut, Hasto mengatakan, BKKBN telah mengambil langkah stategis untuk mengatasi masalah tersebut, termasuk dalam memperbanyak kesertaan KB pria.

Langka pertama yakni perubahan regulasi. Saat ini Penyuluh KB (PKB) ataupun Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) bisa ikut menyukseskan dan mendistribusikan kontrasepsi kepada masyarakat.

"Demikian halnya mata rantai pasok kontrasepsi, harus sampai ke pihak-pihak yang membutuhkan, hingga ke masyarakat secara gratis. Kami tidak membeda-bedakan fasilitas kesehatan. Semua bisa akses alat dan obat kontrasepsi secara gratis sesuai aturan," ujar Hasto.

Langkah kedua, ketersediaan alat/obat kontrasepsi. Hasto mengatakan saat ini BKKBN telah menyediakan susuk KB satu batang, melalui Program KB Rumah Sakit. Susuk tersebut memiliki masa pakai tiga tahun.

Hasto mengatakan, pil KB 1 cc, dari 3 cc sebelumnya, juga mulai disediakan di 2020. Akseptor yang menginginkan suntik dan tetap menstruasi, juga sudah disiapkan BKKBN.

"Sebanyak 4,8 hingga 5 juta orang melahirkan tiap tahun. Mereka perlu mendapat pelayanan KB di klinik, rumah sakit dan provider," ujar Hasto.

Langkah ketiga adalah anggaran. Hasto menjelaskan, di 2021, anggaran penggerakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk program KB tidak lagi didistribusikan ke tingkat provinsi, tapi langsung ke pemerintah kabupaten dan kota, yang nilainya sebesar Rp400 miliar.

Pada bagian lain penjelasannya, Hasto mengatakan tentang peran pria dalam program KB sangatlah rendah. Padahal peran pria penting dalam membangun kesetaraan.

Saat ini, menurut data BKKBN, hanya tiga persen pria ber-KB. Sebesar 0,3 persen adalah vasektomi dan selebihnya KB kondom. Di antara penyebanya adalah masih kentalnya mitos bahwa vasektomi sama dengan kebiri sehingga mengakibatkan impoten.

Selain itu, lanjut Hasto, juga adanya anggapan bahwa vasektomi adalah memotong saluran sperma. Atau istri yang khawatir jika suaminya vasektomi karena bisa suka-suka.

"Vasektomi itu pengikatan saluran, bisa dipulihkan kembali dengan rekanalisasi. Ini perlu dijelaskan, bahwa KB itu tanggungjawab suami-istri. Bukan hanya istri saja. Perlu sosialisasi ke ulama juga," jelas Hasto.

Agar kesertaan KB vasektomi meningkat, BKKBN memberi insentif Rp300.000 per peserta vasektomi. "Sebagai uang pengganti ketika mereka beristirahat sehabis vasektomi. Bahkan ketika saya bupati, saya beri satu ekor kambing untuk setiap mereka yang mau divasektomi," urai Hasto.

KEYWORD :

Unmet Need Peluang Bonus Demografi Hasto Wardoyo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :