Sabtu, 27/04/2024 15:42 WIB

Nasional

Ratusan Pengajar Hukum Tata Negara Nilai Hak Angket Cacat Hukum

Dikatakan Mahfud, pihaknya bersama Pusako FH-Unand telah mengkaji pembentukan hak angket terhadap KPK. Hak angket berdasar hasil kajian itu dinilai cacat hukum.

Gedung KPK RI (foto: Jurnas)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diimbau mengikuti keinginan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket yang dibentuk DPR. Imbauan itu datang dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH-Unand).

Demikian disampaikan Ketua DPP APHTN-HAN, Mahfud MD di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6). Bukan tanpa sebab imbauan itu disampaikan. APHTN-HAN menilai pembentukan Pansus Hak Angket tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Akibat pembentukan Panitia Angket yang bertentangan dengan perundang-undangan, maka tindakan panitia angket dengan sendirinya bertentangan pula dengan UU dan hukum. Mematuhi Panitia Angket merupakan bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri. KPK harus taat pada konstitusi dan UU bukannya terhadap panitia angket yang pembentukannya melalui prosedur yang tidak taat hukum," ucap Mahfud MD.

Dikatakan Mahfud, pihaknya bersama Pusako FH-Unand telah mengkaji pembentukan hak angket terhadap KPK. Hak angket berdasar hasil kajian itu dinilai cacat hukum. Bahkan berdasarkan kajian itu, Hak Angket yang bertujuan mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan dan BAP mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura, Miryam S Haryani itu inkonstitusional.

Menurut Mahfud MD, terdapat sejumlah hal yang membuat hak angket tersebut cacat hukum. Diterangkan Mahfud, subyek hak angket KPK sudah keliru.
Hal ini lantaran Pasal 79 ayat (3) UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 menyatakan hak angket bertujuan menyelidiki pelaksanaan UU atau kebijakan pemerintah.

"Di situ disebut dalam penjelasannya bahwa siapa itu pemerintah, Presiden, Wakil Presiden, para menteri, Jaksa Agung, Kapolri dan lembaga pemerintah non-kementerian, seperti Basarnas, LIPI, Wantimpres. Tapi di luar itu, seperti KPK itu bukan lembaga pemerintah," terang Mahfud.

Lebih lanjut dikatakan Mahfud, obyek Hak Angket ini juga tidak sesuai ketentuan. Pasal 79 UU MD3 menyatakan, obyek yang dipermasalahkan untuk diselidiki DPR adalah pelaksanaan undang-undang dan/ atau kebijakan pemerintah yang harus memenuhi tiga kondisi, yaitu hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ditegaskan Mahfud, Hak Angket dengan tujuan mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan dan BAP Miryam tidak memenuhi ketiga kondisi itu.

"Kalau ini pentingnya apa? Urusan penggakuan Miryam yang mengaku ditekan itu kan hal biasa saja tidak ada hal yang gawat disitu, dan itu sudah dibuktikan di sidang praperadilan bahwa itu benar. Jadi masih apalagi, strategis apa? Ini kan tidak ada strategisnya sama sekali dan tidak berpengaruh luas terhadap masyarakat. Masyarakat menganggap pemeriksaan terhadap Miryam ini adalah hal yang biasa," ujar mantan Ketua MK itu.

KEYWORD :

KPK Hak Angket Mahfud MD




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :