Selasa, 07/05/2024 03:43 WIB

Hakim Ultimatum Saksi BTS Jerat Pidana Jika Beri Keterangan Palsu

Mulanya, jaksa mendalami soal prakualifikasi lelang tender proyek BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya. Pada tahap prakualifikasi itu terungkap...

Suasana persidangan kasus dugaan korupsi BTS 4G Kominfo di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (3/8). (Foto: Gery/Jurnas).

Jakarta, Jurnas.com - Ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat yang menangani kasus dugaan korupsi BTS 4G Fahzal Hendri mengultimatum saksi perihal jerat pidana memberikan keterangan palsu di persidangan.

"Saudara tutupi nanti saya ketok sumpah palsu semua saya bikin. Sekali ketok masuk saya bilang," kata Ketua Majelis Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, (3/8).

Peringatan diberikan saat tengah berlangsung proses tanya-jawab kepada Kadiv Pengadaan dan Sistem Informasi Direktorat Sumberdaya Administrasi BAKTI atau Ketua Pokja Pengadaan Penyedia Gumala Warman, dan Kadiv Hukum Bakti Darien Aldiano.

Mulanya, jaksa mendalami soal prakualifikasi lelang tender proyek BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya. Pada tahap prakualifikasi tersebut terungkap dilakukan secara manual bukan elektronik.

"Bahwa pengadaan untuk saat ini pada umumnya menggunakan sistem elektronik. Terinformasi juga untuk pengadaan BAKTI itu memakai SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik) ARIBA. Apakah dalam memasukkan dokumen prakualifikasi itu menggunakan sistem elektronik ARIBA?" tanya jaksa kepada saksi di ruang sidang Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/8).

"Tidak," jawab Gumala Warman.

"Terus prosesnya seperti apa?" lanjut jaksa.

"Manual atau offline pak jaksa. Kita menerima penyampaian dokumen di kantor BAKTI dengan menentukan waktu penerimaan paling lama pukul 05.00 tanggal berapa saya lupa. Jadi, tim pokja menerima dokumen dengan waktu yang kita tentukan," terang Gumala.

Jaksa lantas menanyakan apakah ada kendala dengan sistem elektronik ARIBA atau tidak. Gumala menjawab tidak ada kendala.

Namun, kata Gumala, proses manual itu berdasarkan arahan mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dengan alasan kestabilan sistem.

"Siapa yang mengarahkan?" tanya jaksa.

"Pak Anang," tandasnya.

Jaksa lantas mengonfirmasi jawaban tersebut kepada dua saksi yaitu Darien Aldiano dan Seni Sri Damayanti selaku Anggota Pokja Pemilihan Proyek Penyediaan.

"Dalam proses itu memang yang saya ketahui ketua pokja mem-forward di grup, saya lupa, intinya manual, itu chat asalnya dari siapa saya enggak tahu. Itu ketua pokja menyampaikan di grup," tutur Darien.

"Ketua pokja siapa?" tanya jaksa.

"Pak Gumala," jawab Darien.

Kemudian, hakim Fahzal Hendri mengambil alih pertanyaan. Dia mempertegas kembali masalah yang ditanyakan oleh tim jaksa.

"Ada yang salah di manual itu?" tanya Fahzal.

"Karena pada prinsipnya harus menggunakan elektronik untuk menjaga persaingan usaha. Kan enggak boleh sebenarnya," terang jaksa.

"Ada larangan manual?" lanjut Fahzal.

"Ada larangannya," ucap jaksa.

"Biar jelas masalahnya apa. Sekarang saya tanya, Gumala, aturannya gimana, manual atau eletronik?" cecar Fahzal kepada saksi.

"Pengadaan di BAKTI kita sudah menerapkan sistem elektronik," terang Gumala.

"Aturannya saya tanya," potong Fahzal.

"Sistem elektronik," jawab Gumala.

"Kemudian beralih ke manual. Apa bedanya?" lanjut Fahzal.

"Manual kita terima fisik," kata Gumala.

"Tadi penuntut umum menyatakan menjaga persaingan. Terus kalau manual itu apa ada persaingan atau tidak?" sambung Fahzal.

"Yang kita alami sama persaingannya, pak. Tidak ada yang kita terima di luar batas waktu yang kita tentukan," tandas Gumala.

"Lembek-lembek, lemah gemulai kayak begini, saudara main tender triliunan," ujar Fahzal.

Salah seorang penasihat hukum Anang, Aldres Napitupulu mengambil alih jalannya persidangan. Ia menjelaskan sistem manual yang disinggung dilakukan di tahap prakualifikasi, bukan pada saat lelang.

"Izin Yang Mulia, tadi yang disampaikan saksi bertiga ini manual di tahap prakualifikasi, bukan di tahap lelangnya. Karena lelangnya mereka di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terangkan melalui elektronik, dan yang prakualifikasi di Perdirut memang tidak ada larangannya untuk menggunakan manual. Tapi, silakan dikonfirmasi Yang Mulia," ujar Aldres.

"Gimana?" tanya Fahzal kepada saksi.

"Kalau kita mengacu Peraturan Direktur Utama (BAKTI) Nomor 7 Tahun 2020 memang online hanya diterapkan untuk tender. Prakualifikasi tidak mengharuskan dengan elektronik," terang Gumala.

"Manual saja tidak menyalahi?" timpal Fahzal.

"Iya," jawab Gumala singkat.

"Harus klir nih. Kalau menurut penuntut umum kenapa itu ditanyakan karena manual itu ada larangan dalam Peraturan Direktur Utama BAKTI, atau Keppres," ucap Fahzal.

"Harus tajam pak, molong-molong saja. Untuk ngomong-omong biasa saja ngapain kita sidang begini. Apa yang janggal di tahap pelelangan ini. Itu yang kita cari. Dijawabnya juga lebek, pertanyaannya juga lebek," lanjut Fahzal.

"Mohon maaf majelis," jawab jaksa.

"Bukan harus keras sidang ini, tidak. Kita mencari fakta," tegas Fahzal.

Berdasarkan ketentuan Pasal 291 UU 1/2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), diatur ancaman pidana paling lama tujuh tahun penjara bagi setiap orang yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah. Terdapat pemberat pidana satu per tiga jika perbuatan tersebut merugikan terdakwa.

"Kami mencari fakta bahwa itu manual di prakualifikasi. Kemudian apakah saudara tahu bahwa dalam rancangan Perdirut membolehkan?" tanya jaksa melanjutkan.

"Mengetahui," jawab Gumala.

"Nah, gimana proses kenapa itu dibolehkan padahal Perdirut yang lama melarang?" cecar jaksa.

"Yang saya sampaikan tadi pak jaksa, pertimbangan kestabilan sistem dengan banyaknya dokumen yang di-submit ke kita," ucap Gumala.

Adapun dalam persidangan hari ini, duduk sebagai terdakwa yakni mantan Menkominfo Johnny G. Plate, mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Yohan Suryanto.

Johnny Plate didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun terkait dugaan korupsi penyediaan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1-5 BAKTI.

Jumlah kerugian negara tersebut didasari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor: PE-03.03/SR/SP-319/D5/02/2023 tanggal 6 April 2023 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Johnny Plate selaku Pengguna Anggaran (PA) disebut telah memperkaya diri sebanyak Rp17.848.308.000.

Tindak pidana dilakukan Johnny Plate bersama-sama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, lalu, Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.

Kemudian, Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; Mukti Ali, Account Director PT Huawei Tech Investment; Windi Purnama, Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera; dan Muhammad Yusrizki Muliawan, Direktur PT Basis Utama Prima. Masing-masing terdakwa dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah.

KEYWORD :

Kejagung Korupsi Menara BTS Kominfo Johnny Plate Menkominfo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :