Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. (Foto: Ist)
JAKARTA, Jurnas.com – Perdebatan sengit yang berujung ricuh terjadi dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM RI Arifin Tasrif, Kamis (13/1/2022).
Kericuhan ini diduga sengaja diciptakan oleh anggota DPR Komisi VII Fraksi Partrai Demokrat Muhamad Nasir sebagai modus untuk merintangi pembahasan pencabutan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) di Kalimantan Timur. Pasalnya pada RDP tersebut akan dipertanyakan juga soal IUP OP PT Batuah Energi Prima (BEP) yang tidak dicabut. Padahal perusahaan pertambangan tersebut sarat masalah.
“Contohnya IUP OP PT BEP terbukti telah disalahgunakan oleh pemiliknya bernama Herry Beng Kostanto, yang kini masih mendekam di tahanan, berstatus narapidana residivis,” kata Ketua Laskar Anti Korupsi (Laki) Kalimantan Timur Rokhman Wahyudi melalui keterangan tertulis yang diterima jurnas.com di Jakarta, Kamis (13/1/2021).
Rokhman menjelaskan, dalam undangan RDP yang ditandatangani oleh Sekjen Kementerian ESDM, agenda pada point 4 disebutkan: Penjelasan Terkait Pencabutan Izin Perusahaan-Perusahaan Tambang.
Sayangnya, RDP yang seharusnya membahas soal pencabutan izin usaha tambang tersebut berujung terjadinya keributan yang dipicu oleh Muhamad Nasir. Pada kesempatan tersebut Nasir melancarkan tuduhan kepada seorang pelaku bisnis batubara di Kaltim hingga menjurus pencemaran nama baik. Ulah adik kandung terpidana Nazaruddin itu membuat Menteri ESDM Arifin Tasrif terlihat geram dan tersinggung.
“Saudara Muhammad Nasir bicara tidak benar dan tanpa bukti. Ini memalukan,“ ujar Arifin Tasrif yang kemudian buru-buru keluar dari ruang rapat.
Rokhman tidak dapat memastikan apakah Muhammad Nasir melakukan itu berdasarkan pesanan pihak tertentu atau tidak.”Saya tidak ingin menduga-duga atas sesuatu yang saya tidak memiliki buktinya. Biar masyarakat yang menilai,” tukasnya.
Seperti ramai diberitakan dalam pekan ini, berbagai elemen masyarakat mempertanyakan sikap Dirjen Minerba yang tidak memasukan nama PT BEP ke dalam daftar perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya.
“Ini mengherankan karena penyimpangan oleh pemilik PT. BEP sangat berat dan fatal ketimbang yang terjadi pada 2.078 perusahaan pertambangan minerba yang telah dicabut izinnya,” kata Rokhman.
Rokhman mengatakan, pemilik PT. BEP yang kebetulan juga pemegang saham mayoritas PT. Tunas Muda Jaya telah menyalahgunakan perizinan kedua Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang dimiliki dengan memakainya sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana penipuan sebesar Rp. 1 Triliun dan pembobolan lembaga perbankan sebesar Rp. 1,5 Triliun.
“Alih-alih IUP-nya dicabut, oleh Dirjen Minerba malah PT BEP diberi persetujuan RKAB Tahun 2022 sebanyak 2.997.086 metric ton. Padahal pemegang saham 95% PT. BEP Herry Beng Koestanto adalah seorang terpidana yang menyandang predikat residivis dan masih mendekam ditahanan menjalani hukuman selama delapan tahun penjara,” kata Rokhman.
Sedangkan pelaksana perseroan Erwin Rahardjo, tersangkut tiga kasus dugan pidana dan diduga menjadi aktor intelektual mafia pailit PT. BEP.
Rokhman Wahyudi menduga ada oknum-oknum di dalam lingkungan Dirjen Minerba yang bermufakat jahat dengan kelompok mafia pailit, bertujuan ingin mempertahankan IUP OP PT. BEP. Mereka beralibi status pailit PT. BEP telah diangkat.
“Kami berharap Presiden Joko Widodo dapat memerintahkan Irjen Kementerian ESDM bersama-sama unsur Kejaksaan Agung RI melakukan pemeriksaan secara intensif dan mendalam terhadap para oknum pejabat di lingkungan Ditjen Minerba,” ujarnya.
Menurutnya kasus sejenis dengan PT BEP di Ditjen Minerba cukup banyak. “Kami juga memiliki dua temuan lain, termasuk yang merugikan negara sebesar Rp. 120 miliar terkait penjualan dan pengapalan illegal 340.057 metric ton, tanpa ada persetujuan revisi RKAB,” kata Rokhman.
Rokhman juga menyampaikan, pemegang 95 % saham PT. BEP yang juga pemilik PT. Tunas Jaya Muda, Herry Beng Koestanto, sudah menjadi terpidana yang berstatus residivis, lantaran berulang kali memakai IUP OP yang diberikan negara untuk melakukan tindakan pidana penipuan dan pembobolan lembaga perbankan. Herry Beng Koestanto hingga kini masih meringkuk dalam tahanan Bareskrim Polri.
Putusan perkara pidana penipuannya senilai Rp. 1 Triliun sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dengan hukuman penjara total selama delapan tahun.
“Herry Beng Koestanto terbukti secara sah memakai IUP OP PT. BEP dan PT.Tunas Jaya Muda, sebagai sarana untuk melakukan penipuan dimana korbannya adalah Putra Mas Agung dengan nilai kerugian sebesar 38 juta US Dollar dan Old Peak Finance Limited sebesar Rp. 500 miliar,“ ujarnya.
Berdasarkan fakta ini, lanjut Rokhman, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru, Dirjen Minerba seharusnya tegas memasukan nama PT. BEP ke dalam daftar perusahaan yang izinnya dicabut.
“Sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara, dan bukan malah melindunginya,” kata Rokhman.
Mafia Pailit
Rokhman juga menjelaskan, proses pailit PT. BEP yang direkayasa oleh Erwin Rahardjo dan Petrus terungkap dan terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan/atau surat palsu/dan atau penggelapan boedel pailt jo TPPU. Hal ini sesuai hasil pemeriksaan yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.
Modus penggelapan boedel pailit yang dilakukan kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus, dengan cara menjual batubara dari konsesi PT. BEP namun memakai dokumen IUP OP perusahaan yang berbeda, yakni CV. Anggaraksa Adisarana, yang dikelola Erwin Rahardjo. Uang hasil penjualan batubara sebanyak 121.292.003 metric ton masuk ke rekening PT Pahlevy Persada milik Petrus.
“Hal ini mengkofirmasi praktik mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan asset, yang dapat merusak iklim investasi di Indonesia. Ujung praktik mafia pailit bermuara pada terjadinya tindakan pidana pencucian uang. Merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih (white collar crime), yang dilakukan criminal organization,” ujarnya.
KEYWORD :RDP Komisi VII Menteri ESDM PT BEP