Jum'at, 26/04/2024 07:47 WIB

Lolos Jeruji Besi, Gubernur Nur Alam Irit Bicara, Pendukung Gembira

Tak ditahan, Nur Alam melenggang bebas meninggalkan KPK dengan sejumlah anak buah dan pendukung

Gubernur Sultra Nur Alam (Istimewa)

Jakarta - Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam tetap setia irit bicara soal kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam persetujuan dan penerbitan SK IUP di wilayah Provinsi Sultra.

Hal itu mengemuka usai Nur Alam merampungkan pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka hampir hampir sembilan jam lebih, di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/10) malam.

Nur Alam terpantau keluar gedung KPK sekitar pukul 19.15 WIB. Lelaki yang tampil mengenakan batik merah bercorak putih ini tak mau meladeni sejumlah pertanyaan awak media. Termasuk soal dugaan rasuah yang menjeratnya jadi pesakitan.

"Tanya ke pengacara saja" singkat Nur Alam sebelum meninggalkan gedung KPK.

Tak ditahan, Nur Alam melenggang bebas meninggalkan KPK dengan sejumlah anak buah dan pendukung. Bahkan sejumlah pendukung tampak bersuka cita Nur Alam tak dijebloskan ke jeruji besi oleh penyidik KPK.

"Hidup pak Gubernur, pak Gubernur ngga korupsi," teriak pendukung Nur Alam.

Sementara itu, Ahmad Rivai kuasa hukum Nur Alam menerangkan, kliennya dicecar sekitar 20 pertanyaan. Salah satunya soal perkenalan Nur Alam dengan sejumlah pihak, seperti Direktur PT Anugrah Harisma Barakah Widdi Aswindi.

Widdi yang juga Direktur Eksekutif Jaringan Suara Indonesia (JSI) sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi terkait penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara pada Kamis, 1 September 2016.

"Apakah kenal dengan ridho (Ridho Isnana, pegawai negeri sipil di Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara), apakah kenal dengan Widdi dan lain sebagainya. Satu hal bahwa apa yang sudah disampaikan pak Gubernur tadi ketika dalam proses pemeriksaan semua dijawab dengan sangat terbuka dan tidak ada yang ditutup-tutupi," kata Rivai.

Rivai pun membantah kliennya pengaruhi Ridho memberi kesaksian. Ridho sebelumnya dijemput paksa lantaran beberapa kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK.

"Tidak ada. Tidak ada memperngaruhi saksi tidak ada sama sekali, beliau sampaikan apa ada tentang yang bersangkutan. Jadi nggak ada sama sekali apalagi mempengaruhi," tutur Rivai.

Selain itu, Nur Alam juga ditelisik soal tugas dan kewenangan sebagai Gubernur. Nur Alam juga dicecar soal mekanisme pemberian IUP.

"Pertama tentang CV, lalu tugas pokok gubernur. Lalu Keluarnya izin dan sebagainya. Teman-teman penyidik menanyakan hal tersebut. Bagaiamana proses izin pertambangan IUP," kata Rivai.

Meski demikian, Rivai menepis jika kliennya melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk menerbitkan IUP sejumlah perusahaan. Termasuk PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB).

Rivai mengklaim kliennya memberikan IUP kepada PT AHB lantaran lahan konsesi tambang nikel berada di dua kabupaten, yakni Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana. Rivai menglaim tak ada timbal balik atas pemberian IUP itu.

"Nggak ada. Jadi ketika ada dua di daerah, ketika lintas kabupaten maka yang punya kewenangan dalam mengeluarkan hal tersebut adalah gubernur, sama ketika andai kata tempatnya ada di 2 provinsi berbeda maka kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Kalau kemudian izinnya ada dan tempatnya di satu kabupaten, maka itu keweangan bupati. Itu tadi dijelaskan secara luas dan gamblang kewenangan masing dalam peroses itu," tandas Rivai.

KEYWORD :

KPK Korupsi Nur Alam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :