Sabtu, 27/04/2024 04:41 WIB

Duterte Kembali Desak Pelaku Narkoba Dihukum Mati

Pada Juni tahun ini Filipina kembali berada di bawah pengawasan ketika Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) bertemu di Jenewa.

Presiden Filipina, Duterte

Manila, Jurnas.com - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mendesak Kongres untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) hukuman mati melalui suntikan mematikan untuk para pelaku kejahatan narkoba.

Dilansir dari Arab News, pernyataamn itu adalah bagian dari pidato tahunan kenegaraan yang ke lima kalinya. Duterte mendesak Kongres untuk mengesahkan RUU itu untuk mencegah kriminalitas di negara tersebut.

"Saya mengulangi pengesahan undang-undang yang menghidupkan kembali hukuman mati dengan suntikan mematikan untuk kejahatan yang ditentukan berdasarkan Undang-Undang Berbahaya (Narkoba) 2002," kata Duterte.

Mantan walikota Davao City yang berusia 75 tahun itu menambahkan bahwa hukum itu juga akan menyelamatkan pemuda bangsa dari bahaya yang ditimbulkan oleh obat-obatan terlarang dan berbahaya.

Di tengah desakannya mendorong agar hukuman mati itu dikembalikan, Duterte mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan mengelak dari tanggung jawabnya dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

"Pemerintahan saya selalu percaya bahwa kebebasan dari narkoba, terorisme, korupsi, dan kriminalitas itu sendiri adalah hak asasi manusia," katanya.

Sejak dimulainya pemerintahannya pada tahun 2016, Duterte sudah melakukan kampanye berdarah terhadap narkoba yang telah banyak dikritik oleh kelompok-kelompok lokal dan masyarakat internasional.

Pada Juni tahun ini Filipina kembali berada di bawah pengawasan ketika Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (HAM PBB) bertemu di Jenewa.

Selama sesi tersebut, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Michele Bachelet memberikan temuan gamblang dari laporan kantornya, yang menggambarkan penyalahgunaan yang meluas sebagai akibat perang Duterte terhadap narkoba.

Juga pada sesi tersebut, Komisi HAM Filipina mengecam pendekatan "senjata kuat" pemerintah untuk menegakkan "perang narkoba" brutal yang dilaporkan telah membunuh ribuan orang.

Ini mengarah pada kelompok-kelompok seperti Human Rights Watch dan Amnesty International yang menyoroti temuan mereka sendiri tentang pelanggaran HAM serius di negara itu.

Pihak berwenang Filipina mengatakan bahwa sekitar 5.600 orang telah tewas dalam perang narkoba Duterte, tetapi komisi hak asasi manusia negara itu mengklaim jumlahnya bisa melebihi 27.000.

Dalam pidatonya, Duterte juga memberi perusahaan telekomunikasi di negara itu, khususnya SMART dan GLOBE Telecom, hingga Desember untuk meningkatkan layanan mereka atau membuat propertinya diambil alih.

"Temukan cara karena jika Anda tidak siap untuk meningkatkan, saya mungkin akan menutup Anda semua dan kami kembali ke telepon saluran dan saya akan mengambil alih (properti) Anda," kata Duterte.

"Mohon tingkatkan layanan sebelum Desember. Saya ingin memanggil Yesus Kristus di Betlehem. Sebaiknya garis itu dihapus," sambungnya.

KEYWORD :

Perang Narkoba Pelanggaran HAM Filipina Rodrigo Duterte




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :