Sabtu, 20/04/2024 07:14 WIB

Tujuh Desainer Asing Unjuk Karya di Indonesia Fashion Week 2018

May Myat menyuguhkan busana tradisional Myanmar yang dimodifikasi dengan unsur modern.

Koleksi Myanmar di Indonesia Fashion Week 2018

Jakarta – Pekan mode Indonesia Fashion Week (IFW) 2018 digelar oleh Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) berkolaborasi dengan Rumah Kreatif BUMN (RKB) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada 28 Maret-1 April 2018. Tak hanya desainer dalam negeri, IFW 2018 juga menarik minat desainer luar negeri untuk ikut ambil bagian di pekan mode bergengsi ini.

Ada tujuh desainer luar negeri yang unjuk gigi, mereka adalah Milo asal Italia, Koefia asal Italia, May Myat Waso asal Myanmar, Yone Yone asal Myanmar,  Ayse Denis Yegin asal Turki, Monica Lim (Fame Agenda) asal Australia, dan Datuk Sri Raja Rezza asal Malaysia.

“Sebenarnya kami juga mengundang desainer dari Australia dan Malaysia untuk jumpa pers, sayang mereka berhalangan hadir,” kata Presiden IFW 2018 sekaligus Presiden APPMI Poppy Dharsono saat jumpa pers di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (29/3).

May Myat Waso dan Ayse Denis Yegin menjadi yang pertama memamerkan koleksinya. Pada pembukaan IFW 2018, Rabu (28/3), May Myat menyuguhkan busana tradisional Myanmar yang dimodifikasi dengan unsur modern. Koleksinya sangat mewah, penuh bordir warna emas.

Sedangkan Ayse menyuguhkan busana santai yang cocok dikenakan saat berlibur di pantai. Koleksinya berupa celana super pendek, blus longgar, hingga bikini, didominasi warna biru dan putih.

Di hari kedua, Kamis (29/3), giliran Milo asal Italia dan Yone Yone asal Myanmar, serta May Myat Waso juga asal Myanmar, unjuk gigi di panggung IFW 2018 dalam peragaan bertema Magnificent Borobudur. Milo, pria asal Italia yang sudah lama tinggal di Indonesia itu menawarkan busana batik tulis dan digital printing lewat brand Milo’s.

“Saya suka sekali dengan batik. Tetapi saya menawarkan batik yang berbeda, batik sesuai sudut pandang saya. Saya desain motif sendiri, motif kontemporer, karena menurut saya, batik harus terus berkembang. Motif yang dulu memang harus tetap ada, tetapi untuk ke depan, motif-motif baru harus terus dikembangkan,” kata Milo.

Koleksinya berupa kemeja pria hingga gaun panjang dan longgar. “Gaun ini di bagian lehernya ada tali yang bisa ditarik (diserut). Jadi, ini bisa dipakai menjadi busana muslim juga,” kata Milo yang sudah mengekspor koleksi Milo’s ke Kuala Lumpur dan Amerika Serikat.

Sebelumnya, Milo sudah mendesain dan memproduksi busana batik sejak 1998. “Saya memulai dengan batik Madura. Saat itu, belum ada yang melirik batik Madura. Saya pilih batik Madura karena batik tulisanya terlihat lebih kasar dibanding batik Yogya, tetapi justru orang Amerika sangat senang karena lebih terlihat hand made-nya,” jelas Milo.

Koleksi desainer Koefia asal Italia, akan diperagakan di hari ketiga, Jumat (30/3), pada acara final Indonesia Fashion Model Competition.  Koleksi Fame Agenda by Monica Lim akan digelar juga pada hari ketiga dalam peragaan gabungan bertema The Heritage of Ancient Komodo. Sedangkan koleksi Datuk Sri Raja Rezza akan digelar dalam acara penutupan IFW 2018 bersama koleksi Poppy Dharsono.

Kembali ke misi mereka, apa yang membuat mereka tertarik unjuk gigi di IFW? “IFW tempat terbaik untuk mengekspos koleksi dan tempat eksistensi para desainer,” kata Milo. Alasan sama juga dikatakan May Myat. “Saya senang sekali ikut IFW. Ini kesempatan untuk mengeskpos karya-karya saya,” kata May Myat.

May Myat menjelaskan, geliat fashion semakin meningkat di negaranya, Myanmar, dan salah satu rujukan para desainer Myanmar adalah Indonesia Fashion Week.

“Desainer-desainer muda berbakat banyak bermunculan di Myanmar dan salah satu keinginan mereka adalah bisa tampil di Indonesia Fashion Week, tetapi untuk itu, tentu mereka harus berprestasi lebih dulu di Myanmar,” ungkap May Myat.(*)

KEYWORD :

desainer asing myanmar indonesia fashion week




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :