Jum'at, 26/04/2024 20:56 WIB

KPK Diduga Ambil Alih Peran BPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga telah “mengambil alih” peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu terkait penetapan bos Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus BLBI.

Ilustrasi Gedung KPK

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga telah “mengambil alih” peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal itu terkait penetapan bos Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus BLBI.

Dugaan ini lantaran KPK menggunakan auditor negara tersebut untuk membuktikan adanya dugaan kerugian negara akibat penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI. Padahal, hasil laporan audit investigasi BPK 2017 bertolak belakang dengan kesimpulan laporan audit BPK tahun 2002 dan 2006 terkait SKL BLBI.

Hal ini dikemukakan oleh pengamat bisnis dan keuangan Eko B. Supriyanto menanggapi penetapan Sjamsul Nursalim sebagai tersangka terkait penyelesaian BLBI 20 tahun yang lalu, Senin (10/6). Sjamsul adalah pemegang saham (PS) pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), salah satu penerima BLBI.

Pengamat dari InfoBank Institute itu menunjukkan kenyataan bahwa pada 25 Mei 1999, Sjamsul telah memenuhi kewajiban terkait BLBI dan hal-hal terkait lainnya.

Sjamsul juga mendapat jaminan untuk tidak mendapat tindakan hukum apapun terhadap SN dan afiliasinya sehubungan dengan BLBI. Seperti perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA), diterbitkannya Surat Release and Discharge (Pembebasan & Pelepasan) dan Akta Letter of Statement.

Menurut Eko, janji ini telah berlangsung lebih 20 tahun, namun Senin petang (10 Juni), KPK menjadikan SN dan istrinya tersangka dalam kasus yang terkait BLBI tersebut. Tindakan KPK ini, sambung Eko, berpotensi menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor yang bermaksud untuk berinvestasi di Indonesia.

"Tindakan KPK itu jelas bertentangan dengan janji dan komitmen pemerintah mengenai kepastian hukum di Indonesia," kata Eko.

Eko juga mengingatkan KPK agar menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya mengenai laporan audit BPK 2017 kepada publik dan pengadilan. Terlebih ada kecurigaan bahwa laporan tersebut dibuat BPK atas arahan sepihak KPK. Belum lagi adanya dugaan pelanggaran aturan hukum yang berlaku dalam pembuatan laporan audit BPK 2017.

"Laporannya itu semata-mata didasarkan pada data/informasi sepihak yang disodorkan KPK tanpa terlebih dahulu diverifikasi ataupun diuji kebenarannya. Terperiksa sama sekali tidak dilibatkan. Bagaimana bisa terjadi sebuah lembaga tinggi negara yang membawa amanah konstitusi (UUD 1945) didikte oleh sebuah komisi yang baru didirikan 17 tahun kemudian dengan hanya berdasarkan undang-undang. Dan sifatnya ad-hoc pula?" ujar Eko.

Di sisi lain, Eko menambahkan sampai sekarang BPK belum juga menjelaskan mengapa bisa terjadi kontroversi antara kesimpulan laporan audit investigasi BPK 2017 yang bertolak belakang dengan kesimpulan laporan auditnya sendiri pada tahun 2002 dan 2006.

Diketahui, kedua auditnya tersebut telah mengkonfirmasi bahwa SN telah memenuhi seluruh kewajibannya dalam perjanjian MSAA (atau Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham-PKPS).

"Belum ada penjelasan dan klarifikasi dari KPK dan BPK mengenai laporan laporan audit yang saling bertentangan tersebut," kata Eko.

KEYWORD :

Kasus BLBI Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :