Sabtu, 27/04/2024 04:18 WIB

Rano Karno Disebut Kecipratan Korupsi Alkes Ratu Atut

Uang yang diduga masuk ke kantong Rano serta sejumlah pihak lainnya bersumber dari perusahaan-perusahaan yang dibawa Wawan untuk menjalankan proyek.

Gubernur Banten Rano Karno (tengah) saat tiba di Gedung KPK untuk memenuhi panggilan penyidik KPK di Jakarta.

Jakarta - Mantan Gubernur Banten Rano Karno turut kecipratan uang sebesar Rp 700 juta terkait proyek pengadaan alat kesehatan pada rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2012.

Hal itu terungkap dalam surat tuntutan mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah yang dibacakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/6/2017). Atut sebelumnya didakwa melakukan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan pada rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2012.

Atut dinilai menguntungkan diri sendiri dan orang lain. "Perbuatan terdakwa tidak hanya menguntungkan diri sendiri sebesar Rp 3,8 miliar, tapi juga menguntungkan orang lain," kata jaksa KPK Budi Nugraha.

Selain Rano Karno, pihak lain yang mendapat aliran uang itu di antaranya, adik kandung Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yakni sebesar Rp 50 miliar. Kemudian, mantan Kepala Dinas Provinsi Banten, Djaja Buddy Suhardja, sebesar Rp 240 juta.

Uang yang diduga masuk ke kantong Rano serta sejumlah pihak lainnya bersumber dari perusahaan-perusahaan yang dibawa Wawan untuk menjalankan proyek pengadaan alkes di Dinas Kesehatan Banten pada 2012.

Atut sebelumnya dituntut pidana delapan tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan penjara. Atut juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 3,8 miliar.

Atut dinilai terbukti bersalah menerima suap dalam proyek pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Dinas Kesehatan Banten dan penyusunan anggaran tahun 2012. Selain itu, Atut juga dinilai terbukti bersalah melakukan pemerasan untuk perkaya diri sendiri.

Atas perbuatan itu, Atut disangkakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/3/2017), Djadja Buddy Suhardja mengakui pernah menyerahkan uang lebih dari Rp 700 juta kepada Rano Karno. Uang itu terkait proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

"Ada yang langsung saya serahkan kepada Beliau (Rano Karno)," kata Djadja saat bersaksi.

Jaksa KPK Budi Nugraha awalnya mengonfirmasi berita acara pemeriksaan (BAP) Djadja. Dalam BAP, Djaja mengaku menyerahkan uang kepada sejumlah orang termasuk Rano Karno. Menurut Djadja, pemberian kepada Rano sebesar 0,5 persen dari nilai proyek di Dinas Kesehatan Banten.

Dalam BAP, Djadja menjelaskan bahwa ia beberapa kali dihubungi oleh Yadi, yang merupakan ajudan Rano Karno. Permintaan uang oleh Yadi kemudian ditindaklanjuti oleh Djadja.
Pemberian uang kepada Rano diberikan secara bertahap.

Menurut Djaja, ia empat kali memberikan uang kepada Rano, yang masing-masing pemberian sebesar Rp 50 juta.
Selain itu, terdapat pemberian sebesar Rp 150juta dan Rp 350 juta, yang total seluruhnya lebih dari Rp 700 juta.

Pemberian juga dilakukan oleh Ajad Drajat Ahmad Putra selaku Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Ajad mengaku menugaskan Jana Sunawati selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan panitia pengadaan sarana dan prasarana rumah sakit rujukan Provinsi Banten.

Menurut Djadja dan Ajad, semua uang yang diberikan kepada Rano berasal dari adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Dalam penyerahan uang, Wawan menugaskan anak buahnya, Dadang Prijatna.

"Betul ada permintaan melalui Pak Yadi, melalui telepon. Saya hubungi Pak Djadja, lalu Pak Yadi selanjutnya mengambil ke dokter Jana," ucap Ajad.

KEYWORD :

Ratu Atut Banten Rano Karno




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :