Kamis, 02/05/2024 14:21 WIB

Tersangka Suap Bakamla Dituntut 2 Tahun Penjara

Dalam uraian jaksa, keduanya disebut memberikan suap kepada pejabat di Bakamla sebesar Sin$209.500, US$78.500 dan Rp 120 juta.

Gedung KPK RI (foto: Jurnas)

Jakarta - Dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya juga dituntut membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Hukuman itu diberikan lantaran Jaksa KPK menilai keduanya bersalah bersama-sama dengan Bos PT Melati Technofo Indonesia, Fahmi Dharmawansyah, memberikan sejumlah uang kepada pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Pemberian uang itu dimaksudkan agar PT Melati Technofo Indonesia dimenangkan dalam kegiatan pengadaan pemantau satelit di Bakamla.

Dalam uraian jaksa, keduanya disebut memberikan suap kepada pejabat di Bakamla sebesar Sin$209.500, US$78.500 dan Rp 120 juta. Uang itu diberikan masing-masing kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja sama Bakamla Eko Susilo Hadi sebesar Sin $105 ribu, U$S88.500 dan €10 ribu euro, Direktur Data dan Informasi Bambang Udoyo sebesar Sin $105 ribu, yang dilakukan secara bertahap. Selain itu, uang diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasan sebesar Sin$104.500, dan Kepala Subbagian Tata Usaha Sekretaris Utama Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.

Atas perbuatan itu, anak buah suami Inneke Koesherawati itu dianggap jaksa KPK terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU 31/1999 sebagaimana telah diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara dua tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda Rp 100 juta subsidair enam bulan kurungan," ujar Jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan untuk Adami dan Hardy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/5/2017).

Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan kedua terdakwa. Untuk hal yang memberatkan, Adami dan Hardy dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme.

Sedangkan hal hal-hal yang meringangkan yakni, kedua terdakwa dinilai bersikap koperatif selama di persidangan, mengakui terus terang perbuatannya, membatu mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, dan belum pernah dihukum.

"Terdakwa telah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dalam tindak pidana korupsi atau justice collaborator berdasarkan keputusan pimpinan KPK," terang jaksa KPK.

Atas vonis tersebut, keduanya akan  pengajuan nota pembelaan atau pledoi.
Sidang ditunda dan akan dilanjutkan pada Senin (15/5/2017) dengan agenda pembacaan pledoi.

KEYWORD :

Suap Bakamla KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :