Selasa, 21/05/2024 02:24 WIB

Ahli Nilai Pengakuan Dody Terkait Teddy Minahasa Perlu Dianalisis

Seperti yang disampaikannya sebagai saksi ahli di persidangan bahwa bukti percakapan WhatsApp yang mendasari tuduhan tersebut tidak bisa dipercayai begitu saja karena perlu dilihat secara utuh konteks dan pemaknaannya.  

Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa tiba untuk menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (2/2/2023). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO

Jakarta, Jurnas.com - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menilai bahwa pengakuan dari terdakwa kasus dugaan peredaran narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa, Dody Prawiranegara perlu dianalisis.

Hal itu menanggapi pengakuan Dody dalam sebuah video yang beredar di media sosial yang menyebut bahwa transaksi yang ia lakukan adalah atas perintah Teddy.

Reza menyebut, seperti yang telah disampaikannya sebagai saksi ahli di persidangan bahwa bukti percakapan WhatsApp yang mendasari tuduhan tersebut tidak bisa dipercayai begitu saja karena perlu dilihat secara utuh konteks dan pemaknaannya.  

"Teddy Minahasa (TM) tidak memberikan perintah kepada Dody Prawiranegara (DP) untuk menukar sabu dengan tawas. Atau, dalam kalimat saya di hadapan Majelis Hakim, isi WA TM kepada (DP) tidak bisa dimaknai secara absolut sebagai perintah salah atau perintah jahat," kata Reza Indragiri dalam keterangan tertulisnya dikutip Selasa, (2/5).

"TM tidak bisa disimpulkan sebagai orang atau pimpinan yang memiliki niat jahat (criminal intent) memperalat bawahannya," sambungnya.

Menurut Reza, hal tersebut bisa juga dilihat dari surat tuntutan resmi Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Irjen Teddy Minahasa yang mencoret bagian tertentu atau frasa yang dicoret.

Frasa dalam surat tuntutan JPU dicoret, yakni `turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika golongan I. Reza menyebut pencoretan frasa itu memiliki makna tersendiri.

"Tuntutan JPU itu mendekonstruksi pandangan DP dan lawyer-nya yang kadung mencap TM sebagai titik awal kasus ini. JPU akhirnya bisa memahami bahwa klaim DP tentang `perintah jahat dari atasan yang sangat berkuasa dan tidak sanggup dia elakkan` adalah dramatisasi belaka. Itulah klaim DP semata-mata untuk mengalihkan tanggung jawab pidana dari dirinya," beber Reza.

Hal senada diungkap praktisi hukum Erwin Kallo yang melihat pembuktian tuduhan terhadap Teddy sangat lemah. Sebab, hanya bersandar pada pengakuan Dody Prawiranegara dan Linda Pujiastuti.

"Klo kita mencermati persidangan dari awal sampai hari terakhir kemarin, itu tidak ada fakta-fakta hukum yang diajukan oleh jaksa untuk mendukung tuduhannya," kata Erwin.

"Pengakuan itu bukan bukti yang kuat, pengakuan itu Hanya petunjuk. Dan pengakuan itu harus dibuktikan dengan bukti lain," sambungnya.

Erwin juga menilai, bukti percakapan WhatsApp yang disajikan di persidangan juga tidak cukup kuat untuk membuktikan tuduhan terhadap Teddy Minahasa. Menurutnya bukti itu tidak sah secara hukum karena bukan hasil digital forensik.    

"Yang kedua adalah WA, itu sangat mudah direkayasa, apalagi WAnya itu dari screenshot, bukan dari digital Forensik. Secara hukum itu tidak sah.  Dan WA itu Hanya petunjuk, mesti ada bukti lain. Jadi tidak mungkin bukti petunjuk mendukung bukti petunjuk, itu tidak bisa," bebernya.

Untuk diketahui, beredar di media sosial pernyataan Dody Prawiranegara yang mengklaim bahwa transaksi narkoba yang dilakukannya atas perintah Teddy Minahasa. Dirinya menyebut sebagai bawahan terpaksa melakukan hal tersebut.  

"(saya) anak buah yang memiliki pimpinan, yang melaksanakan perintah pimpinan. Saya sudah menolak dua kali, baik itu secara WhatsApp maupun secara langsung kepada saudara Teddy Minahasa. Namun karena desakan dari saudara Teddy Minahasa akhirnya saya melaksanakan apa yang menjadi keinginan daripada Teddy Minahasa tersebut," klaim Dody dalam video tersebut.

Jaksa menuntut Teddy Minahasa hukuman mati atas kasus narkoba. Teddy Minahasa dinilai bersalah karena melakukan tindak pidana peredaran narkotika jenis sabu. Teddy Minahasa dianggap melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.

Mantan Kapolda Sumatra Barat itu bakal menjalani sidang putusan atau vonis terkait kasusnya. Sidang vonis digelar pada 9 Mei 2023 di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

KEYWORD :

Teddy Minahasa Kapolda Jawa Timur Polri Narkoba Polda Metro Jaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :