Kamis, 02/05/2024 23:52 WIB

Masih Percaya Putin? Ini Kesaksian WNI di Ukraina Atas Kekejaman Rusia

Perempuan asal Indonesia memilih menetap di Ukraina dan menjadi saksi kekejaman Presiden Putin dengan tentaranya.

Pepi Aprianti Utami WNI yang masih menetap di Ukraina. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com- Korban jiwa masyarakat sipil akibat penjajahan Rusia terhadap Ukraina dipercaya lebih besar dari data resmi karena inventarisasi dilakukan dalam kondisi kepanikan akibat upaya genosida yang dilakukan secara sistematis.

Pengakuan mengejutkan tersebut diungkapkan Warga Negara Indonesia (WNI), Pepi Aprianti Utami, seorang seniman kriya alumni Fakultas Seni Rupa Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sejak tahun 2013 berdomisili di Kyiv, Ukraina.

“Menurut saya ini lebih dari penjajahan, ini adalah bentuk dari Genosida. Rusia ingin menghilangkan Ukraina dari peta dunia dan hal ini disampaikan sendiri oleh pemerintah rusia, mereka ingin menghapus identitas orang Ukraina,” tuturnya, baru-baru ini.

Ditambahkan Pepi, selain melakukan pembantaian dan penculikan terhadap warga sipil Ukraina, tentara Rusia juga secara sengaja menghancurkan ingatan terhadap budaya dengan membakar perpustakaan, sekolah dan museum di Ukraina.

Pepi memilih bertahan di Ukraina karena salah satunya memiliki keluarga, teman-teman, dan juga pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan jika dirinya keluar dari wilayah Ukraina. Oleh sebab itu dia memilih relokasi ke kota yang lebih aman. Sebelum terjadi serangan oleh Rusia, Ukraina adalah negara yang aman dan orang-orang pergi bekerja dan beraktifitas lancar, perekonomian dan pembangunan terus berkembang selayaknya sebuah negara berdaulat.

Kondisi itu berubah setelah 24 februari 2022 ketika Rusia melakukan serangan. Bunyi sirine peringatan serangan udara menjadi suara yang traumatis sehingga warga harus mengungsi ke daerah yang lebih aman.

“Banyak bangunan runtuh kena rudal. Tak sedikit korban jiwa sipil. Semua panik. Rumah saya dibobol dan dirusak oleh tentara Rusia, mereka bersembunyi dan menyimpan amunisi nya di sekitar pekarangan rumah saya,” ungkapnya.

Pada awal invasi Pepi memutuskan untuk berlindung di kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kyiv yang kemudian dengan dibantu secara penuh oleh KBRI untuk relokasi ke kota Vinnytsia yang relative aman dari serbuan tentara Rusia maupun serangan rudal.

Di tempat dia berlindung juga tersedia ruang bawah tanah yang layak menjadi tempat perlindungan ketika bombardemen terjadi (bom shelter). Sehingga setiap terdengar suara peringatan serangan udara berbunyi maka Pepi dan penghuni yang lain bergegas turun ke shelter untuk berlindung.

Setelah tiga bulan, ketika keadaan semakin aman barulah rombongan Pepi kembali ke Kyiv dan kumpul kembali bersama keluarga. “Di Kyiv saya berusaha untuk tetap waspada setiap sirene berbunyi saya mencoba mencari tempat yang aman untuk berlindung,” terangnya.

Selain dirinya, Pepi menuturkan masih ada setidaknya kurang lebih 29 WNI yang memutuskan untuk tetap bertahan di Ukraina bersama keluarga mereka dengan alasan dan pertimbangan masing-masing.

Pepi menuturkan dirinya telah tiga kali berkunjung ke Irpin, Bucha dan Ivankiv. Di sana banyak bangunan sipil yang hancur. Rumah, sekolah, rumah sakit, bahkan taman bermain. Jejak kebrutalan Rusia terpampang seperti ambulan terbakar dan lokasi kuburan massal.

“Saya juga berbincang dengan warga sekitar tentang apa yang terjadi selama masa kependudukan tentara rusia disana. Salah satunya dengan seorang ibu yang anaknya diculik dan dianiaya oleh pasukan Rusia hingga meninggal dunia,” paparnya.

Menurut Pepi, Ukraina sedang berjuang untuk mempertahankan eksistensinya oleh karena itu Ukraina membutuhkan dukungan dari seluruh negara di dunia untuk memerangi kebrutalan tentara Rusia dan ambisi pemerintah Rusia untuk memusnahkan Ukraina.

“Dukungan baik moral maupun materi, terutama senjata sangat diapresiasi. Indonesia yang pernah merasakan dijajah bisa memberi bantuan seperti donasi, memberikan perhatian dan simpati, dan bersuara untuk Ukraina,” pungkasnya penuh harap.

KEYWORD :

Pepi Aprianti Rusia Ukraina




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :