Jum'at, 26/04/2024 10:46 WIB

Cerita Utang Pemerintah Rp 83 Ribu Wajib Bayar Rp 62 M Kepada Warga Padang

Utang Pemerintah Rp 83 Ribu Wajib Bayar Rp 62 M, Begini Ceritanya

Ilustrasi uang kertas seratus dan lima puluh ribu rupiah. (Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Hardjanto Tutik, Warga Kota Padang, Sumatera Barat, baru saja memenangkan gugatan atas perkara utang piutang negara tahun 1950, dengan tergugat Pemerintah Indonesia saat ini.

Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Ferry Hardiansyah pada Rabu 7 September 2022 meminta Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk segera membayarkan utang Negara kepada Hardjanto Tutik senilai Rp 62 miliar.

Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan Pemerintah pada masa itu meminjam uang kepada seorang warga Padang?

Amiziduhu Mendrofa, Kuasa Hukum dari Hardjanto Tutik menjelaskan, pada tahun 1950, pemerintah mengalami krisis keuangan. Presiden waktu itu memerintahkan Menteri Keuangan untuk meminjam uang kepada masyarakat.

Mendrofa mengungkap, orang tua kliennya yang bernama Indra Tutik pada masa itu, merupakan salah satu pelaku eksportir rempah-rempah, lalu kemudian meminjamkan uang kepada Pemerintah sebesar Rp 83 ribu. Proses pinjam meminjam itu dilakukan dengan bukti yang sah menurut hukum.

“Orang tua klien saya (Indra Tutik), dia pengusaha ekspor rempah-rempah di Padang. Pemerintah tahun 1950 itu, dalam keadaan kesusahan ekonomi. Pemerintah dalam keadaan kolaps keuangan. Sehingga Presiden memerintahkan Menteri Keuangan untuk meminjam uang kepada masyarakat. Ada Rp 83 ribu yang dipinjam. Semua itu dilakukan dengan bukti yang sah,” kata Mendrofa, Jumat (9/9/22).

Uang Rp 83 Ribu saat Itu Setara 21 Kilogram Emas. Lebih jauh Mendrofa mengatakan, gugatan atas utang dengan tergugat Pemerintah RI saat ini, terjadi lantaran ahli waris (kliennya) sama sekali belum menerima pembayaran utang tersebut.

Munculnya angka Rp 62 miliar itu hasil konversi dari harga emas tahun 1950, di mana satu kilogram emas itu hanya seharga Rp 3.800. Sehingga, kalau diakumulasikan keseluruhan pinjaman pada pemerintah saat itu ada 21 kilogram emas.

“Dalam peraturan mengenai pinjaman pemerintah itu, bunganya 3 persen. Setelah kita akumulasikan semua, maka bunga ditambah pokok ada sekitar 63 kilogram emas detik ini. Kalau kita kaji dengan harga emas sekarang ini, ada sekitar ada sekitar Rp62 miliar. Dan itu semua, dikabulkan Majelis Hakim sesuai dengan fakta hukum yang kita ajukan,” ujar Amiziduhu.

Mendrofa melanjutkan, dalam lembaran perjanjian pinjam meminjam waktu itu, dinyatakan apabila telah dibayar, maka pinjaman ini baru dianggap lunas. Sementara, kita selama ini belum pernah dibayar.

Itu salah satu pertimbangan Majelis Hakim mengabulkan gugatan kita. “Dalam perjanjian yang dibuat dalam lembaran perjanjian pinjaman ini, sudah dinyatakan baru bisa dianggap lunas apabila telah dibayar,”ujarnya.

Adanya jawaban dari Menteri Keuangan soal utang tersebut kadaluarsa, Mendrofa menyebut jawaban itu sama sekali tidak tepat. Pasalnya, kadarluarsa dalam pinjaman pemerintah, sama sekali tidak ada.

Karena syarat yang diberlakukan untuk umum itu, sesuai dengan azas fiksi hukum yaitu syaratnya semua peraturan yang diberlakukan untuk umum harus didaftarkan pada lembaran Negara. Sedangkan peraturan Menteri Keuangan tentang kadaluarsa ini, belum pernah didaftarkan pada lembaran negara.

“Salah satu pertimbangan hakim, karena dalam perjanjian yang dibuat dalam lembaran perjanjian pinjaman ini sudah dinyatakan baru bisa dianggap lunas apabila telah dibayar. Semua peraturan yang diberlakukan untuk umum, harus didaftarkan pada lembaran Negara. Sedangkan peraturan Menteri Keuangan tentang kadaluarsa ini, belum pernah didaftarkan pada lembaran negara. Di mana kadaluarsanya?,” tutupnya.

 

KEYWORD :

Pemerintah Indonesia Hardjanto Tutik utang Mendrofa Majelis Hakim




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :