Sabtu, 27/04/2024 10:24 WIB

Wacana Pelabelan BPA Terindikasi Ciderai Iklim Persaingan Usaha

Ada empat kewenangan KPPU dalam menanggapi isu BPA kali ini, yakni menyelidiki, memeriksa, dan memutuskan dugaan pelanggaran usaha sehat oleh pelaku bisnis.

Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (DKP KPPU), Marcellina Nuring Ardyarini. (Foto: screenshot/supianto/jurnas.com)

JAKARTA, Jurnas.comBPOM saat ini tengah berusaha merevisi peraturan BPOM nomor 31 tahun 2018 tentang label pangan olahan, yang bertujuan seolah-olah mendiskreditkan galon berbahan polikarbonat untuk dilabeli berpotensi mengandung BPA.

Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (DKP KPPU), Marcellina Nuring Ardyarini menjelaskan, ada empat kewenangan KPPU dalam menanggapi isu BPA kali ini, yakni menyelidiki, memeriksa, dan memutuskan dugaan pelanggaran usaha sehat oleh pelaku bisnis.

"Kita biasanya melakuka analisis terlebih dahulu dilengkapi data-data kemudian diperkuat dengna keterangan ahli untuk kemudian disampaikan kepada komisioner untuk ditentukan kemudian seperti apa sikap yang diambil KPPU," tutur Nuring pada webinar Menelisik Isu BPA, Peran Buzzer, LSM dan Organisasi Bru Dalam Pembangunan Opini, Jakarta,Rabu (20/4).

Terkait isu BPA, Nuring menilai ada kemungkinan regulasi ini akan merusak iklim persaingan. Meski demikian ia mengatakan, KPPU belum memperdalam bagaimana pendapat dari para ahli.

"Saya bilang kemungkinan karena kami belum membuktikan dan belum juga kami perdalam dengan para ahli. Ini mungkin dapat disimpulkan dari identifikasi ada kemungkinan dengan adanya pelabelan itu menjurus pada salah satu produk yaitu galon guna ulang yang bertahan baku polikarbonat," jelasnya.

"Nah ini ada kemungkinan regulasi ini akan berpengaruh membatasi pelaku usaha tertentu karena perlakuan diskriminatif yang menyebabkan kemampuan untuk bersaingnya lebih rendah dari pesaing-pesainnya," sambungnya.

Nuring menambahkan jika ternyata temuan fakta di lapangan, revisi peraturan BPOM tentang label pangan olahan itu ada indikasi menciderai persaingan usaha yang sehat.

Oleh karena itu, kata Nuring, KPPU menyarankan agar BPOM menghapus beberapa pasal yang terindikasi memunculkan persaingan usaha. "Kami di sini akan terus mendampingi sehingga data dari produsen-produsen ini valid dan dapat dipertanggung jawabkan," ujarnya.

Di tempat yang sama, Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin mengatakan BPA dan polikarbonat adalah bahan monomer yang berpotensi merugikan kesehatan jika tidak sesuai dengan ambang batas yang sudah ditentukan pemerintah.

Zainal mengatakan,  berdasarkan kesepakatan internasional, batas migrasi BPA pada galon berbahan polikarbonat di Indonesia telah ditetapkan sebesar 0,6 BPJ (600mg/kg bahan plastik).

Berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan BPOM batas migrasi BPA dalam galon berbahan polkarbonat jauh di bawah batas aman tersebut. artinya, air galon berbahan polikarbonat itu aman untuk dikonsumsi.  

Dosen Teknik Kimia ITB ini menambahkan, pemerintah harus menjaga rasa aman pada masyarakat, karena memang regulasi di lapangannya semakin ketat.

"Konsumen harus tahu, bahwa realita hasil di laboratorium yang saya tahu, penggunaan galon berbahan polikarbonat ini masih aman ambang batasnya. Jadi, tidak perlu ada kegelisahan baik bagi industri ataupun konsumen terkait isu BPA ini," ujarnya.

Selain itu anggota Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) Hermawan Seftiono mempertanyakan apakah pernah ada kasus di masyarakat yang terpapar BPA dari galon berbahan polikarbonat?

"Jika belum ada kasus orang yang terpapar BPA, saya rasa tidak perlu ada revisi regulasi, dan butuh penelitian lebih lanjut jika memang akan mengubah regulasi yang memang sudah lama ada. Tidak bisa sebatas berangkat dari beberapa opini atau hasil survey di masyarakat saja datanya," katanya.

"Terkait label BPA pada kemasan galon, di negara Eropa juga tidak ada labelnya. Jika ada label BPA ini, konsumen pasti akan semakin bingung dan banyak pertanyaan. Sudah memakai puluhan tahun tapi kok baru sekarang dibahas, ada apa?" sambungnya.

Menurutnya, hal-hal seperti ini yang harus diriset lebih jauh, apakah memang ada urgensi yang membuat sebuah regulasi harus direvisi. Padahal kata Hermawan, masyarakat sudah bertahun-tahun memakainya, dan tidak ada hal buruk menimpa.

"Jadi, pengujian BPA pada kemasan yang ada di beberapa produk kemasan makanan dan minuman, juga harus melibatkan langsung beberapa industri, agar lebih tahu seperti apa hasil penelitiannya, dan sikap apa yang dilakukan agar tidak menimbulkan kekhawatiran para konsumen," tegasnya.

KEYWORD :

Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Marcellina Nuring Ardyarini BPOM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :