Sabtu, 27/04/2024 06:40 WIB

BPOM Didesak Ungkap Motif Bisnis Dibalik Polemik BPA

kredibilitas isu yang diangkat.

Ilustrasi galon guna ulang (foto: Klikdokter)

Jakarta, Jurnas.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta bersikap netral di tengah persaingan bisnis para produsen air minum dalam kemasan (AMDK) yang terjadi saat ini.

Desakan itu disampaikan Indonesia Financial Watch (IFW), karena BPOM sebagai otoritas pengawas keamanan pangan dan minuman di Indonesia, harus bisa menjaga independensinya di tengah kampanye negatif yang menyasar produk air kemasan galon polikarbonat.

BPOM sebagai pengawas keamanan pangan harus menjaga netralitas dan jangan sampai dijebak oleh agenda terselubung pihak tertentu,” ujar Founder dan Koordinator Forum Indonesia Financial Watch (IFW), Abraham Runga Mali, Jumat (8/4/2022).

Bisnis AMDK di Indonesia memasuki babak baru ketika sejumlah organisasi, LSM, dan pendengung (buzzers) media sosial, beberapa waktu lalu mendesak agar BPOM mengatur ulang regulasi terkait dengan kemasan AMDK galon guna ulang.

Mereka yang paling gencar mendorong isu ini di media merupakan organisasi bentukan baru seperti JPKL di awal isu berhembus kemudian sekarang FMCG Insights - organisasi berbentuk perkumpulan yang dikomandoi oleh Achmad Haris, mantan Tenaga Ahli anggota DPR Komisi X, yang tidak memiliki jejak di industri FMCG. Markas FMCG di sebuah rulo di Pejaten ini sepi dan tidak ada kegiatan di dalamnya.

Kelompok-kelompok bentukan baru seperti FMCG Insights ini memunculkan nama pengurus yang disinyalir sulit dicari jejak kredibilatas maupun jejak digitalnya, seperti Muhammad Hasan yang mendapuk dirinya sebagai koordinator riset FMCG Insights.

Celakanya, seperti dikatakan salah seorang pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), media-media online mengutip dan percaya begitu saja statement-statement narasumber ini tanpa cek dan ricek kredibilitas mereka atas isu yang mereka angkat.

FMCG Insights menghembuskan isu tunggal tentang BPA di air kemasan galon dengan mengait-ngaitkan kekhawatiran potensi migrasi atau perpindahan zat Bisphenol A (BPA) sebagai salah satu bahan yang dipakai dalam pembuatan galon polikarbonat (plastik keras).

Padahal, menurut pakar pakar ahli polimer ITB selama lebih dari 30 tahun keberadaan air galon ini di Indonesia, tak pernah ada kecemasan apa pun sehubungan kandungan BPA dalam galon berbahan polikarbonat ini.

Bahkan BPOM sebagai regulator menegaskan meski mengandung BPA, air galon guna ulang itu sangat aman untuk dikonsumsi karena tingkat migrasinya jauh di bawah batas aman yang dipersyaratkan oleh aturan BPOM.

Kata Abraham, isu ini menjadi bising setelah munculnya produk galon kemasan PET yang diluncurkan secara masif di awal 2020. Karenanya, dia meminta BPOM agar tidak gegabah dan menyerah begitu saja terhadap kampanye hitam dan desakan segelintir pihak yang meminta mereka menerbitkan regulasi tambahan yang mewajibkan produsen AMDK galon polikarbonat untuk mencantumkan BPA Free pada kemasannya.

BPOM harusnya ikut menyelidiki motif dan siapa di balik desakan ini,” tukasnya.

Abraham menyebut BPOM melalui laman resminya sudah menegaskan bahwa hasil pengawasan terhadap galon AMDK berbahan polikarbonat selama lima tahun terakhir memperlihatkan migrasi BPA di bawah 0,01 bpj (10 mikrogram/kg).

Dengan kata lain, BPOM menyampaikan bahwa migrasi BPA dalam air kemasan galon polikarbonat itu sangat kecil atau masih dalam ambang batas aman untuk kesehatan. Selain itu, ada juga beleid seperti Permenperin No 26 Tahun 2019 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Minum Alam, dan Air Minum Embun secara Wajib, yang juga menegaskan galon guna ulang aman untuk dikonsumsi karena telah melalui proses pengujian parameter SNI.

"Artinya, ketika pelaku industri AMDK sudah memenuhi segala regulasi tersebut, tak ada alasan rasional apapun bagi BPOM untuk menerbitkan regulasi baru atau tambahan,” katanya.

Dia menduga wacana pelabelan BPA Free dalam kemasan galon polikarbonat itu mewakili agenda tersembunyi pelaku usaha tertentu yang juga `bermain` dalam bisnis AMDK, yang ingin memperbesar pangsa pasar dengan cara `menyingkirkan` pemain lama melalui aturan pelabelan BPA Free dalam galon polikarbonat. Menurutnya, aturan ini akan menciptakan relasi asimetris antar-produk dengan menekankan pada kemasan, dan bukan produk yang dikonsumsi.

"Karenanya, BPOM harus tetap independen dan menjaga marwahnya sebagai otoritas pengawas obat, makanan dan minuman secara netral, dan tidak memihak agar tetap bisa dipercaya dan bisa diandalkan oleh masyarakat luas. Jangan sampai BPOM bisa dimanfaatkan pihak tertentu dan oknum lainnya yang bersekongkol berusaha mengambil keuntungan besar dengan cara membonceng penerbitan aturan BPOM,” ujarnya.

Abraham melihat sangat berbahaya kalau di balik penerbitan beleid BPOM ada transaksi uang dalam jumlah besar sebagai `imbal jasa` untuk memunculnya suatu peraturan baru, yang tidak didasarkan pada hasil penelitian yang sahih dan urgensinya pun dipertanyakan secara akademis.

"Jika BPOM selalu mengkampanyekan konsumen untuk membaca label pangan, sudah seharusnya BPOM pun teliti membaca motif pihak-pihak yang mendesak penerbitan aturan label pangan sebelum menerbitkan aturan tersebut,” ucapnya.

Komisioner Komisi Persaingan Uasaha (KPPU), Chandra Setiawan, juga melihat polemik isu BPA ini berpotensi mengandung diskriminasi. Sebab, menurutnya, 99,9% industri ini menggunakan galon yang digunakan atau diisi ulang, dan hanya satu yang produknya menggunakan galon sekali pakai jenis PET.

KEYWORD :

BPOM Indonesia Financial Watch Polikarbonat AMDK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :