Jum'at, 26/04/2024 13:52 WIB

Terkait Migor, PPP Minta KPPU Tindak Pengusaha Nakal

Keputusan Mendag menyerahkan harga minyak goreng (migor) kepada mekanisme pasar menciptakan spekulasi publik seolah pemerintah lemah di hadapan kartel dan mafia.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PPP Elly Rahmat Yasin. (Foto. Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Polemik kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng belum berakhir. Aturan terbaru pemerintah mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sehingga harga komoditi tersebut melambung tinggi dan banyak tersedia di pasar.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PPP Elly Rahmat Yasin (Elly) mengatakan pencabutan tersebut menandakan pemerintah kalah melawan kartel dan mafia minyak goreng. Sebab ketika aturan tersebut belum dicabut, harga minyak goreng masih mengikuti aturan HET, namun ketersediaan di pasar sangat langka.

"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk membuka hasil penyelidikannya kepada publik. Siapa saja pelaku usaha minyak goreng dari produsen hingga distributor yang seenaknya melakukan persekongkolan penentuan harga jual minyak goreng di tengah masyarakat," kata Elly dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/3/2022).

Ia menjelaskan jika mengacu pada Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka KPPU memiliki kewenangan untuk menyelidiki hingga memutuskan apakah pelaku usaha minyak goreng melakukan pelanggan atau tidak.

"Memang keputusan Mendag menyerahkan harga minyak goreng (migor) kepada mekanisme pasar menciptakan spekulasi publik seolah pemerintah lemah di hadapan kartel dan mafia," jelasnya.

Menurutnya, setelah pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 seolah-olah pemerintah lebih berpihak kepada kelompok pengusaha. Persepsi seperti ini tidak bagus sebagai bangsa dan harus diluruskan.

"Sejak HET dicabut, harga minyak goreng di dipasaran terus melonjak, menyentuh harga kisaran Rp 23-25 ribu per liternya dari Rp 14 ribu per liter sebelumnya yang telah dicabut pemerintah. Harga keekonomian ini hampir dua kali lipat dari harga HET," jelasnya.

Efek dari pencabutan aturan tersebut menurutnya menyebabkan harga minyak goreng mengalami ketidakpastian. Dari sisi pedagang ritel, aturan tersebut membuat mereka mengalami kebingungan untuk berpatok pada harga acuan yang mana. Konsumen pun juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan harga yang sesuai dan pas sesuai dengan kemampuan mereka.

"Ini ibarat rakyat mati di lumbung padi, padahal negara kita adalah salah satu produsen utama CPO dunia, tapi kenapa timbul persoalan kelangkaan minyak goreng. Untuk itu, saya mendorong KPPU bekerja cepat dan tegas menindak oknum pengusaha nakal," jelasnya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, pihak kepolisian, Satuan Tugas (Satgas) Pangan, dan pemerintah harus mengawasi secara ketat agar penimbunan tidak terjadi. Sehingga rakyat tidak lagi menjadi korban dalam permasalahan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng.

"Aparat hukum harus bekerja jangan sampai ada celah dari sebuah kebijakan baru dikeluarkan pemerintah hari ini kemudian dimanfaatkan pihak-pihak tertentu. dan kepada KPPU harus sigap mengawasi perilaku produsen. Agar tidak seenaknya menjual harga minyak goreng kemasan pasca-pencabutan HET," tutupnya.

 

KEYWORD :

PPP HET Minyak Goreng KPPU




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :