Selasa, 07/05/2024 02:41 WIB

Gubernur Viktor Laiskodat Malu NTT Hanya Dikenal Juaranya Stunting

Semua kepala derah harus turun langsung ke desa-desa memonitor stunting di daerahnya masing-masing.

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat. (Humas BKKBN)

 

JAKARTA, Jurnas.com - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat mengajak jajarannya dan seluruh kepada daerah se-NTT bekerja maksimal mengentaskan kemiskinan dan menurunkan angka stunting.

"Saya merasa malu nama NTT hanya dikenal masyarakat luar NTT sebagai `juaranya` kemikiskinan dan angka stunting saja," kata ia pada acara Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) yang digelar di Kupang, Jumat (4/3).

Viktor Laiskodat meminta jajarannya untuk menggunakan data akurat yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam memetakan keluarga yang memiliki anak stunting dan keluarga yang berpotensi stunting.

"Data tentang keluarga yang by name by addres milik BKKBN sangat memudahkan kita untuk melakukan intervensi kepada keluarga yang berpotensi stunting," ujar Viktor Laiskodat yang juga alumni doktoral dari Universtitas Satya Wacana itu.

Ia mengatakan, tidak ada cara lain untuk menurunkan angka stunting selain berkolaborasi dengan semua kalangan di NTT. Karena itu, semua kepala derah harus turun langsung ke desa-desa memonitor stunting di daerahnya masing-masing.

"Jika ada program yang tidak berjalan dengan benar di daerah, saya akan salahkan kemana saja bupati dan walikotanya selama ini. Saya tidak mau lagi mendengar kabar ada 90 persen ibu-ibu warga Kabupaten Malaka yang kadar HB-nya di bawah 90. Saya juga tidak ingin lagi jika berkunjung ke daerah-daerah hanya mendapat laporan soal luas wilayah atau jumlah penduduk," kata Viktor Laiskodat.

"Mulai saat ini saya ingin ada laporan berapa orang yang hamil di desa, berapa anak stunting yang ada. Data-data di luar stunting bisa saya cari sendiri dari internet," tegasnya.

Sebelumnya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo  menyebutkan persoalan stunting di NTT bisa dikeroyok bersama antara pusat dengan daerah, antara BKKBN dengan sejumlah kementerian dan lembaga bersama jajaran pemerintahan daerah.

Hasto mengatakan, Gelontoran dana untuk pernurunan stunting juga telah tersedia dari Pusat dan bisa dibagi ke semua kabupaten dan kota yang ada di NTT.

"Dukungan dan komitmen tegas dari Gubernur NTT ini menunjukkan bahwa percepatan penurunan stunting di NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sudah on the track. BKKBN memiliki 4.298  Tim Pendamping Keluarga (TPK) di NTT yang jika disetarakan berjumlah 12.894 orang," jelas Hasto.

"Apalagi jika TPK dikolaborasikan dengan 75 perguruan tinggi yang ada di NTT dengan Program Kampus Merdeka, maka akan menghasilkan pola kerjasama yang dasyat untuk ikhtiar kita menpercepat penurunan stunting di NTT," sambungnya.

Rangkaian acara sosialisasi RAN PASTI di NTT ini menjadi penting dan strategis untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah-daerah.

Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 NTT memiliki 15 kabupaten berkategori merah. Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.

Kelimabelas kabupaten tersebut yakni Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata, dan Malaka, bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas 46 persen.

Lima kabupaten di NTT masuk ke dalam 10 besar daerah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air. Ke lima kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan di urutan pertama, Timor Tengah Utara di posisi ke dua, Alor di peringkat ke-lima, Sumba Barat Daya di rangking ke-enam, serta Manggarai Timur di posisi 8 dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting.

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

KEYWORD :

Nusta Tenggara Timur Stunting Viktor Bungtilu Laiskoda RAN PASTI Hasto Wardoyo Kepala BKKBN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :