Jum'at, 26/04/2024 10:44 WIB

Kritik Malang Halal City, Habib Syakur Sentil Akademisi Universitas Brawijaya

Halal dan haram ranah privat

Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid

Jakarta, Jurnas.com - Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid memberikan kritikan kepada Staf ahli Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Akhmad Muwafik Saleh.

Kritik Habib Stakur itu lantaran Akhmad Muwafik dinilai tak bisa membedakan mana konsep halal berdasarkan kacamata syariat Islam, dan mana konsep tata kelola pemerintahan dan kebijakan publik.

Menurut Habib Syakur, persoalan konsep halal yang ada di dalam syariat Islam sudah sangat tuntas dan tak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Seperti halnya dengan penyajian kuliner ala Islami, hingga kehidupan di dalamnya.

Namun perbedaan pendapat mulai muncul, manakala Akhmad Muwafik mendukung Malang Halal City yang digelorakan oleh pemerintah Kota Malang. Sebab kebijakan ini adalah menjadikan kota Malang menjadi kota halal secara keseluruhan

Jadi konsep halal itu sebetulnya sudah selesai di ranah private umat Islam, tapi konsep Malang Halal City ini tidak relevan dalam tata kelola pemerintahan dan tata kenegaraan,” kata Habib Syakur saat dihubungi media, Jumat (4/3).

Sehingga ketika Akhmad Muwafik Saleh menuding bahwa orang-orang yang menentang konsep Malang Halal City adalah mereka yang intoleran, Habib Syakur membenarkan.

Bahwa kelompok penentang Malang Halal City adalah mereka yang intoleran dengan manuver kelompok pengasong khilafah islamiyah tumbuh kembang di Kota Malang.

“Ya memang, tapi intoleran pada mereka yang menjadi simpatisan HTI, FPI, Jamaah Islamiyah, Jamaah Ansharud Daulah (JAD), dan mereka yang ingin mewujudkan khilafah di Indonesia, serta percobaannya itu diwacanakan konsep malang halal city,” tegas Habib Saykur.

Jika memang pemerintah Kota Malang mau menerapkan konsep halal, seharusnya tidak diterapkan secara menyeluruh di Kota Malang, akan tetapi bisa menggunakan konsep Wisata Halal, dimana pemerintah mengatur sebuah zona khusus agar untuk menjalankan program Malang Halal itu.

Pun jika tidak, maka dibuatkan spot khusus di mana orang-orang non muslim bisa mengakses kuliner yang sesuai dengan mereka.

Apalagi kata Habib Syakur, konsep halal yang digelorakan saat ini berdasarkan syariat Islam, yang hukum syar’i-nya pun hanya dikhususkan untuk umat Islam saja, sementara umat non muslim tidak bisa begitu saja related.

Lebih lanjut, Habib Syakur menyebut Malang adalah Kota yang sangat toleran, baik antar umat beragama bisa saling menghormati dan menghargai, tanpa harus membuat pembatasan yang saling menyulitkan satu sama lainnya.

"Bahwa Malang itu kota hiterogen, kota yang memag betul-betul menikmati keberagaman dan harmonis dalam kebangsaan. Tatanan Kota Malang sudah rapih dan sudah betul-betul ideal,” tandasnya.

Ketika ada pihak-pihak yang mencoba mengusik keberagaman dengan dalih konsep syariat apapun, ia menilai justru mereka sedang merusak Kota Malang dengan ego dan sentimen primordialnya semata.

“Patut dicurigai oknum yang menyebut penolakan Malang Halal City itu bagian dari intoleran, oknum tersebut tidak suka dengan keberagaman dan harmonisasi yang sudah lama menggelora di Kota Malang,” tegasnya.

Sebelumnya, Staf ahli Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Akhmad Muwafik Saleh menilai bahwa Malang Halal city merupakan suatu pendekatan didalam manajemen kota. Dimana proses yang dilakukan dari seluruh aspek adalah berbasis kepada dalam tanda kutip “Halal”.

“Halal disini adalah proses yang dilakukan itu sesuai dengan nilai-nilai fitrah kemanusiaan. Sesuai dengan nilai-nilai spiritualitas keagamaan. Sesuai pula dengan tuntunan dari management yang sehat dan manajement yang baik,” kata Akhmad Muwafik dikutip dari PolitikaMalang, Kamis (3/3).

Secara sederhanan, Malang Halal City Muwafik memahaminya bahwa kota itu harus memenuhi nilai-nilai spiritualitas dari warganya. Dalam aspek misalnya pengelolaan manajemen kota, manajemen pemerintahan harus halal, jauh dari korupsi, jauh dari segala hal yang dilarang oleh agama.

Menurut Muwafik, aturan agama itu juga meliputi seluruh aspek kehidupan yang itu sesuai dengan fitrah kemanusiaan.

“Dari aspek pengelolaan wisata misalkan. Maka halal itu bermakna wisata itu harus bersih dari segala praktek-praktek yang menciderai terhadap nilai-nilai fitrah kemanusiaan dan segala hal tindakan negatif. Contohnya minum-minuman keras, termasuk pula segala hal yang mengeksploitasi seksualitas. Tentu itu sesuatu yang tidak halal,” ungkapnya.

Kemudian dalam konteks konsumsi publik yang dimakan, maka tentu harus dijamin kehalalannya. Mulai dari yang dikonsumsi publik di ruang-ruang publik atau juga di tempat-tempat wisata, hotel dan segala macam harus dipastikan kehalalannya. Tentu halal itu mencakup di dalamnya adalah toyib yaitu bersih, sehat dan segala macam.

“Sehingga halal city itu sebenarnya adalah mengarahkan masyarakat suatu wilayah untuk menjadi lebih baik dalam banyak hal. Baik dalam pengelolaan manajemen. Bersih di dalam lingkungan dan prosesnya halal dari apa yang dikonsumsi,” tutur pria yang juga sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Tanwir al Afkar Tlogomas Malang, ini.

Kemudian, ia menilai bahwa orang-orang yang melakukan penolakan terhadap city halal sebenarnya sedang menegaskan bahwa mereka adalah kelompok yang intoleran. Karena di beberapa negara-negara maju konsepsi halal itu adalah menjadi salah satu indikator dari nilai-nilai demokrasi yang memberikan ruang toleransi atas perbedaan.

“Jadi yang menolak halal sebenarnya adalah kelompok yang inteoleran karena halal itu adalah memberikan ruang yang luas bagi pencapaian nilai-nilai demokrasi itu,” terangnya.

KEYWORD :

Habib Syakur bin Ali Mahdi Al Hamid Akhmad Muwafik Saleh Malang Halal City khilafah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :