Jum'at, 26/04/2024 12:47 WIB

Peraboi Apresiasi YKPI Gencarkan Deteksi Dini Kanker Payudara

Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) mengapresiasi upaya Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), menggencarkan deteksi dini kanker payudara melalui Periksa Payudara Sendiri (Sadari).

Ketua YKPI, Linda Agum Gumelar (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) mengapresiasi upaya Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), menggencarkan deteksi dini kanker payudara melalui Periksa Payudara Sendiri (Sadari).

Sadari merupakan salah satu metode deteksi dini, selain Periksa Payudara Secara Klinis (Sadanis), yang dilakukan dengan meraba area payudara satu kali setiap bulannya.

"Tidak seperti kanker rahim yang sudah memiliki metode papsmear, kanker payudara belum memiliki vaksin atau langkah pencegahannya. Makanya, program yang diberikan YKPI adalah Sadari. Ini untuk mencegah kanker yang berkelanjutan, sehingga pasien datang pada stadium awal, bukan stadium lanjut," ujar Pengurus PP Peraboi Bidang Onkologi Sosial dan Pengabdian Masyarakat, dr. Abdul Rahman, SpB(K)Onk dalam kegiatan `Talkshow Kanker Payudara dan Kanker Tiroid: Kiprah YKPI dan Pita Tosca`, di sela-sela Mukmatar Peraboi 2022 di Manado, Sulawesi Utara pada Rabu (9/2).

Dikatakan, deteksi dini melalui Sadari penting dilakukan agar kanker payudara diketahui saat masih berada di stadium awal. Pasalnya, ketika sudah memasuki stadium lanjut, penanganan kanker payudara semakin sulit, dan peluang bertahan hidup semakin kecil.

Ketua PP Peraboi, dr. Walta Gautama, SpB(K)Onk mengungkapkan saat ini 65-70 persen pasien kanker payudara datang ketika sudah memasuki stadium tiga hingga empat. Indonesia kalah dari Laos yang memiliki kasus stadium 3-4 di angka 30-40 persen.

"Di Indonesia, seorang wanita begitu ada benjolan, dia butuh waktu 1-3 bulan untuk datang ke dokter atau tenaga kesehatan. Sedangkan dari diagnosis diduga kanker sampai datang ke tempat pengobatan butuh waktu 9-13 bulan," ungkap dr. Walta.

Masalahnya, lanjut dr. Walta, Indonesia belum memiliki regulasi terkait penanganan penyakit prioritas. Akibatnya, masyarakat sering kali tidak memiliki informasi apapun ketika pertama kali terkena kanker payudara.

"Seharusnya, seorang pasien begitu terdiagnosis dini melalui Sadari, dia tahu harus ke mana. Namun saat ini alurnya belum ada. Karena itu, masing-masing provinsi dan kabupaten, harus memiliki rumah sakit rujukan untuk penyakit prioritas," ujar dr. Walta.

Sementara itu, Ketua YKPI Linda Agum Gumelar dalam pemaparannya menjelaskan bahwa pihaknya gencar mengampanyekan praktik Sadari sejak 2019 silam. Kegiatan ini menyasar kalangan masyarakat awam dan tenaga kesehatan.

"Sampai dengan tahun 2022, jumlah peserta yang telah mengikuti kegiatan ini sebanyak 555 peserta secara luring dan 397 peserta secara daring," jelas Linda.

Selain kampanye Sadari, lanjut Linda, YKPI juga memiliki sejumlah program kegiatan seputar kanker payudara, di antaranya pelatihan pendamping pasien kanker payudara bersertifikat, virtual talkshow, dan rumah singgah.

"Rumah singgah bertujuan membantu pasien kanker payudara yang sedang rawat jalan peserta BPJS kelas III untuk mendapatkan fasilitas penginapan," terang Linda.

Kepala Dinas Sosial Pemprov Sulawesi Utara (Sulut), Rinny Tamuntuan, menyambut baik kampanye deteksi dini kanker payudara melalui Sadari. Dia berkomitmen untuk menyampaikan pengetahuan ini kepada masyarakat, agar dapat menekan kasus kanker payudara ke depannya.

"Di sini ada program keluarga harapan, yang disasar ibu-ibu. Di sana ada modul yang disampaikan ke masyarakat yang menerima Program Keluarga Harapan (PKH). Nanti akan saya titipkan (soal deteksi dini), karena betapa pentingnya menyadari kanker payudara, apalagi mendeteksi sejak dini," tutup Rinny.

KEYWORD :

Kanker Payudara Deteksi Dini Linda Agum Gumelar YKPI Peraboi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :