Kamis, 25/04/2024 01:42 WIB

Deteksi Dini Harus Ditingkatkan untuk Pencegahan Penyakit Langka di Tanah Air

Deteksi Dini Harus Ditingkatkan untuk Pencegahan Penyakit Langka di Tanah Air

Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. (Foto: Humas MPR)

Jakarta, Jurnas.com - Dukungan realisasi deteksi dini harus terus didorong agar tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit langka di tanah air dapat terus ditingkatkan.

"Penyakit langka kerap mengancam jiwa. Melalui upaya preventif dan dukungan tindakan pengobatan yang konsisten, paparan penyakit langka di masyarakat diharapkan dapat ditekan lebih rendah," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring dengan tema Penyakit Langka dan Teknologi Terpadu yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (29/3).

 

Menurut Lestari, optimalisasi dalam pencegahan dan pengobatan penyakit langka harus didorong lewat kolaborasi sejumlah pihak dan strategi yang tepat, agar Indonesia mampu menangani penyakit langka dan mengembangkan pengobatan yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup penderitanya.

Jumlah penduduk Indonesia yang terpapar penyakit langka berdasarkan catatan Kemenkes, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, harus menjadi acuan untuk segera berbenah dalam mengatasi berbagai kendala.

Saat ini, jelas Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, kendala yang dihadapi dalam penanganan penyakit langka di tanah air antara lain belum sepenuhnya deteksi dini dilakukan dan tahapan pengobatannya masih mahal.

Selain itu, tambah Rerie, proses diagnosa penyakit langka masih membutuhkan waktu lama, serta penanganan penyakit melibatkan ahli dari sejumlah disiplin ilmu.

Menurut Rerie, para pemangku kepentingan perlu memastikan tata kelola penanganan penyakit langka di Indonesia berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Karena itu, jelas dia, perlindungan dan dukungan jaminan sosial kepada penyintas penyakit langka penting untuk dilakukan.

"Kolaborasi pemerintah, lembaga swasta penyedia layanan kesehatan, peneliti, dan kelompok advokasi pasien perlu diperkuat dalam penanganan penyakit langka di tanah air," tegasnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Eva Susanti mengungkapkan 50% penyandang penyakit langka adalah anak-anak, namun hanya 5% ketersediaan obat-obatan untuk penyakit langka itu.

Menurut Eva, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah untuk mengatasi kondisi tersebut, tetapi untuk mengatasi penyakit langka saat ini memerlukan penguatan surveilans, deteksi dini dan tata laksana yang tepat dari setiap kasus.

Namun, jelas Eva, kurangnya tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan deteksi dini penyakit langka, alat diagnosa dan pengobatan serta terapi yang mahal, masih menjadi tantangan di Indonesia.

Dengan kompleksnya tantangan yang dihadapi dalam upaya mendeteksi jenis penyakit langka ini, menurut Eva, kolaborasi multi sektor harus segera direalisasikan dalam upaya membangun sistem pengobatan penyakit langka di tanah air.

 

Komisioner Komnas Disabilitas, Rachmita Maun Harahap berpendapat penyakit langka memiliki kaitan erat dengan kondisi disabilitas baik disabilitas fisik maupun intelektual.

Rachmita mendorong pemerintah pusat membuat komitmen kerja sama dengan pemerintah daerah dan mitra swasta untuk meningkatkan akses yang tepat waktu dan adil terhadap pembiayaan BPJS, obat-obatan, serta proses diagnosis bagi penderita penyakit langka.

Rachmita juga mengusulkan pembentukan pusat penyakit langka untuk penanganan dalam bentuk diagnosa dan pengobatan pasien penyakit langka yang lebih terpadu.

 

Ketua dan Pendiri Yayasan ALS Indonesia, Premana W. Premadi berpendapat saat ini sudah terlihat upaya secara institusional dalam upaya penyembuhan hingga perbaikan kualitas hidup penderita penyakit langka di Indonesia.

Upaya itu, jelas Premana, antara lain terlihat dalam bentuk penguatan deteksi dini melalui peningkatan kualitas tenaga kesehatan.

Selain itu, tambahnya, perlu dukungan sejumlah kebijakan lewat pembuatan sejumlah aturan yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan untuk penanganan penyakit langka.

 

Di akhir diskusi, wartawan senior Saur Hutabarat memuji peran Prof Damayanti atas perannya dalam meningkatkan penanganan penyakit langka di tanah air.

Saur juga mendukung dorongan agar Pemerintah Indonesia belajar penanganan penyakit langka ke Vietnam, yang memberikan bebas biaya selama 5 tahun dalam penanganan anak dengan penyakit langka.

Pada kesempatan itu, Saur juga mengusulkan, dana abadi bea siswa LPDP di Kementerian Keuangan senilai Rp145 Triliun sebagian dimanfaatkan untuk membiaya tenaga kesehatan dan dokter belajar penanganan penyakit langka, dalam rangka peningkatan tenaga diagnosa penyakit langka di tanah air.

KEYWORD :

Kinerja MPR Lestari Moerdijat Penyakir Langka Denpasar 12 Disabilitas Deteksi Dini




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :