Selasa, 21/05/2024 16:22 WIB

Gawat! Koalisi Mahasiswa Indonesia Layangkan Mosi Tak Percaya Seleksi Calon BPK di DPR

Rujukan UU dan Fatwa MA juga dikuatkan dengan pendapat para akademisi dan ahli hukum tata negara.

Koalisi Mahasiswa Indonesia melayangkan Mosi Tidak Percaya terhadap Komisi XI DPR-RI dalam melakukan seleksi terhadap Calon Anggota BPK

Jakarta, Jurnas.com - Gerakan masyarakat sipil semakin kuat dan solid dalam mengawal pemilihan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Komisi XI DPR-RI. 

Kali ini kelompok mahasiswa yang mengatasnamakan Koalisi Mahasiswa Indonesia (KMI) mendesak Komisi XI DPR-RI untuk menaati aturan Undang-Undang dalam proses seleksi terhadap calon anggota BPK

Desakan ini disampaikan lantaran Komisi XI DPR masih saja ngotot mempertahankan dua nama calon anggota BPK yang jelas-jelas tidak memenuhi syarat pencalonan sebagaimana diatur dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. Dua nama yang dimaksud adalah Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana.

Dalam pasal 13 UU BPK dinyatakan, bahwa calon anggota BPK selambat-lambatnya dua tahun tidak menempati jabatan di posisi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di instansi pemerintahan/negara.

"Kami mendesak Komisi XI mentaati UU dalam pemilihan Anggota BPK. Sebab tidak ada lagi alasan bagi Komisi XI DPR untuk mempertahankan dua nama yang tidak memenuhi persyaratan formil," ujar Koordinator Koalisi Mahasiswa Indonesia, Abraham dalam Konferensi Pers di Jakarta, Minggu, 5 September 2021.

Koalisi Mahasiswa Indonesia menuntut agar Fraksi-Fraksi di Komisi XI DPR menghormati UU BPK dan mencoret Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana yang terdeteksi tidak memenuhi syarat UU BPK

"Sangat aneh, sampai saat ini calon BPK Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana masih belum dicoret. Ada apa dengan Komisi XI?” tukas Abraham.

Para Mahasiswa memang sejak awal telah mencium bau tidak sedap dalam proses pemilihan Anggota BPK tahun 2021. Mereka menilai Komisi XI DPR sedang bermain api dengan konstitusi.

Hal tersebut dikatakan menyusul adanya manuver politik yang seakan-akan menyepelekan UU BPK. Sebab, sampai sekarang Komisi keuangan DPR masih mempertahankan calon yang tidak memenuhi syarat formil.

“Apa susahnya menganulir nama-nama yang tidak memenuhi syarat? Jangan bermain api dengan konstitusi,” lanjut Abraham.

Koalisi Mahasiswa Indonesia menekankan bahwa BPK adalah lembaga tinggi negara yang harus dijaga martabat dan marwahnya. Karena itulah, DPR mesti menghormati UU dalam melakukan seleksi.

Dikatakan Abraham, bahwa rujukan persyaratan bagi calon Anggota BPK telah jelas dan tegas sebagaimana digariskan dalam pasal 13, UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK.

Kemudian dari 16 calon yang mendaftar, terdapat dua nama yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana Pasal 13 huruf j, yaitu belum dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan keuangan negara.

Komisi XI telah meminta Fatwa dari Mahkamah Agung, dan tegas Mahkamah Agung menyatakan bahwa calon Anggota BPK harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam UU BPK dimaksud.

"Jadi sebenarnya apa yang membuat Komisi XI galau dengan Fatwa MA, padahal mereka sendiri yang meminta?” kata Abraham heran.

Rujukan UU dan Fatwa MA juga dikuatkan dengan pendapat para akademisi dan ahli hukum tata negara. Kata Abraham, tidak kurang dari 6 ahli hukum dan tata negara telah mengingatkan Komisi XI agar kembali kepada jalan konstitusi. Mereka antara lain Margarito Kamis, Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, Feri Amsari, Asep Warlan Yusuf serta I Wayan Suka Wiryawan.

Mosi Tidak Percaya

Karena permasalahan dalam seleksi Calon Anggota BPK tak kunjung diselesaikan, Koalisi Mahasiswa Indonesia mengecam partai politik yang mendukung calon Anggota BPK bermasalah.

“Ini sudah gawat darurat. Kami mengajak semua elemen masyarakat ikut serta mengawal pemilihan Anggota BPK ini. Sekaligus dalam kesempatan ini, kami mahasiswa Indonesia menyatakan mosi tidak percaya kepada partai politik pendukung Harry Z Soeratin dan Nyoman Adhi Suryadnyana. Jika tidak bertaubat, mereka telah mengingkari amanat rakyat dan konstitusi,” tutup Abraham.

Abraham juga mengingatkan bahwa hukum itu adalah produk politik. Sementara Politik kita sudah disepakati mengikuti hukum dan hal ini tertuang dalam pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

"Karena itu, seluruh hal yang telah diatur oleh hukum tidak dapat dilanggar siapapun," tandasnya.

Ia juga menambahkan bahwa hukum sebagai produk politik bertujuan menjaga ketertiban masyarakat. Dengan demikian tidak ada diskresi saat hukum telah mengatur, karena pelanggar hukum dapat dituduh telah mengganggu ketertiban masyarakat, bahkan Negara.

"Memang hukum tanpa kekuasaan adalah sia-sia, namun kekuasaan tanpa hukum adalah kezoliman," tegas Abraham.

Diketahui, sampai saat ini belum ada keputusan dari Komisi XI DPR mengenai jadwal fit and proper test, ataupun keputusan terhadap dua nama yang terdeteksi tidak memenuhi persyaratan formil. Publik masih menunggu bagaimana sikap Komisi XI dalam menyelesaikan polemik tersebut.

KEYWORD :

Mahasiswa BPK Komisi XI DPR UU BPK KPA Mosi Tidak Percaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :