Sabtu, 27/04/2024 11:44 WIB

Jokowi Diminta Periksa Calon Hakim Adhoc Tipikor Pultoni

Presiden Jokowi diminta untuk segera menindak Pultoni yang lalai dan tidak bertanggung jawab dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai Komisioner Komjak.

Mahkamah Agung

Jakarta - Presiden Jokowi diminta untuk segera menindak Pultoni yang lalai dan tidak bertanggung jawab dalam mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai Komisioner Komisi Kejaksaan (Komjak).

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Edukasi dan Advokasi Masyarakat Indonesia (LBH Lekasia) Charles Hutahaean, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (21/11).

Menurutnya, Presiden Jokowi sebagai pimpinan tertinggi dalam memutuskan nasib seorang Komisioner Komjak harus turun tangan. Hal itu setelah mengetahui adanya Surat Pengunduran diri Pultoni sebagai anggota Komisi Kejaksan, yang disampaikan ke Panitia Seleksi Calon Hakim Adhoc Tipikor 2018.

Charles yang juga dikenal sebagai Koordinator Pengacara Rakyat (Perak) itu mempertanyakan Surat Pengunduran diri Pultoni, lantaran surat itu dibuat per tanggal 08 November 2018, yakni setelah Pultoni dinyatakan lolos dan resmi diumumkan sebagai Calon Hakim Adhoc Tipikor 2018.

"Dia itu harus diperiksa dan dijatuhi sanksi. Presiden Jokowi sebagai big boss-nya harus menindak. Kok, sewaktu dia secara sadar mendaftar dan mengikuti seleksi Calon Hakim Adhoc Tipikor 2018, dia tidak bersedia mundur dari posisi Komisioner Komisi Kejaksaan," kata Charles.

"Dia malah jalan terus mengikuti tahapan seleksi, tanpa merasa bersalah dan tak bertanggungjawab kepada Komisi Kejaksaan. Setelah dia dinyatakan diterima dan lulus sebagai Calon Hakim Adhoc Tipikor, kok barulah membuat Surat Pengunduran diri sebagai anggota Komjak. Suratnya per tanggal 8 November 2018 pula," tambahnya.

Charles kembali menegaskan aturan yang sangat ketat melarang anggota Komjak untuk mengikuti seleksi calon hakim, selama masih mengemban tugas. Ditegaskan Charles, Pultoni secara sengaja telah mengangkangi dan melanggar Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 (Perpres 18 Tahun 2011) tentang Komisi Kejaksaan pada pasal 35.

Pasal 35 Perpres 18 Tahun 2011 berbunyi; Anggota Komisi Kejaksaan yang berasal dari unsur masyarakat dilarang merangkap menjadi: a. Pejabat negara menurut peraturan perundang-undangan; b. Hakim atau Jaksa; c. Advokat; d. Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah; e. Pengusaha, pengurus, atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta; atau, f. Pengurus partai politik.

"Jadi, sangat jelas. Perpres 18 Tahun 2011 itu tidak perlu lagi ditafsir-tafsirkan njlimet. Tegas itu, tidak boleh. Jadi, Pultoni itu selagi masih menjadi Komisioner di Komisi Kejaksaan, maka tidak boleh menjadi hakim," tutur Charles.

Selain dianggap melarikan diri dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota Komjak, Pultoni juga didesak segera diperiksa dan diusut kinerjanya selama menjabat anggota Komjak.

"Sebab, sebagai Komisioner, dia itu mengemban tugas sebagai pejabat, dan bagaimana mengukur dan mengetahui kinerja komisioner ya pribadi. Dia harus diperiksa, dan dijatuhi sanksi. Sebab, ada juga dugaan dia menyelewengkan anggaran di Komjak. Jika dari Anggota Komjak aja dia bisa melarikan diri dan tak bertanggung jawab, maka diprediksi nanti sebagai Hakim Adhoc Tipikor pun dia akan melakukan hal yang sama," tegasnya.

Atas dasar itu, Charles mendesak Presiden Jokowi dan Ketua Mahkamah Agung (MA) M Hatta Ali untuk menganulir Pultoni dari Calon Hakim Adhoc Tipikor.

"Pansel selesai menjalankan tugasnya, kini ya masih ada urusan di Ketua MA dan di Presiden. Batalkan Pultoni dari calon hakim itu," tegasnya.

Sementara itu, Pultoni sendiri juga memberikan bantahan dan klarifikasi tentang keberadaan dirinya dalam proses seleksi calon hakim adhoc tipikor 2018. Dalam suratnya ke Panitia Seleksi, setelah dirinya dinyatakan terpilih dan diterima sebagai calon hakim adhoc, Pultoni menjelaskan dirinya tidak mengikuti seleksi secara diam-diam.

"Semua proses seleksi dilakukan secara terbuka dan transparan. MA juga mengumumkan semua hasil dengan terbuka ke masyarakat. Jadi menurut saya, tidak diam-diam," kilah Pultoni.

Terkait permintaan izin dari atasannya untuk mengikuti seleksi, Pultoni mengatakan, dirinya tidak memiliki atasan di Komisi Kejaksaan, lantaran sifatnya kolektif kolegial.

"Ketentuan yang ada adalah jika PNS ya wajib seijin atasannya. Kan saya bukan PNS. Saya komisioner Komisi Kejaksaan, dan kami bersifat kolektif kolegial, tidak ada atasan-bawahan," katanya.

Pultoni juga menganggap dugaan terhadap dirinya yang menyelewengkan anggaran Komjak kurang tepat. Lantaran, sebagai Komisioner tidak mengurusi anggaran.

"Tupoksi kami jelas. Anggaran itu di bawah tugas dan tanggung jawabnya Sekretariat dan Kepala Sekretariatan, bukan komisioner," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi Kejaksaan Marsekal TNI (Purn) Tudjo Pramono merasa tidak pernah ada rapat pleno di internal Komisi Kejaksaan yang menyetujui Pultoni mengikuti Seleksi Calon Hakim Adhoc Tipikor 2018.

"Saya enggak pernah dengar ada rapat pleno di Komisi Kejaksaan untuk memberikan ijin atau dukungan kepada yang bersangkutan mengikuti Seleksi Calon Hakim Adhoc Tipikor 2018," tutur Tudjo Pramono, ketika dikonfirmasi wartawan.

Menurutnya, surat pengunduran diri Pultoni di Komisi Kejaksaan pun tidak ada. Sebab, jika memang benar sudah mengundurkan diri secara resmi, tentunya harus dibahas pengganti atau posisinya. Tudjo juga mengatakan, langkah yang dilakukan Pultoni telah melangkahi aturan dan ketentuan Komjak.

"Seharusnya tidak boleh melamar, karena masih jadi Komisioner toh," tegasnya.

Sampai kini, lanjutnya, Pultoni masih anggota Komisi Kejaksaan. Tudjo akan mencoba membahas persoalan itu di internal bersama pimpinan Komjak lainnya.

"Yang bersangkutan masih aktif dan masih menjalankan tugas sebagai komisioner kok. Masih pakai fasilitas dan anggaran Komisi Kejaksaan juga. Saya tidak tahu kalau dia mundur. Coba di-cross check lagi," terang Tudjo.

KEYWORD :

Komisioner Komjak Presiden Jokowi Mahkamah Agung




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :