Jum'at, 19/04/2024 23:25 WIB

MPR Prihatin Umat Islam Makin Terkotak-kotak

Alih-alih mengeratkan persatuan, umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas, justru hanyut dalam politik pecah belah

Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra pada Senin (7/5)

Jakarta – Wakil Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR Prof. Dr. Bachtiar Aly prihatin dengan pergolakan politik jelang pemilihan presiden 2019. Alih-alih mengeratkan persatuan, umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas, justru hanyut dalam politik pecah belah yang didasari kepentingan politis.

“Problem yang memprihatinkan adalah justru dalam umat Islam ini terjadi faksi-faksi. Faksi itu boleh secara internal, namun ketika itu sudah dieksploitasi untuk kepentingan politik, ya prihatin aja kita,” kata Bachtiar dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra pada Senin (7/5).

Kondisi itu, lanjut Bachtiar, makin diperparah dengan munculnya beragam opini dari berbagai pihak yang menurutnya tak memiliki kualifikasi memadai. Dan akibatnya, masyarakat memperoleh informasi yang tidak utuh dan menyesatkan.

“Republik kita ini jadi kacau balau. Banyak orang yang bicara itu tidak kompeten, bukan bidangnya. Pokoknya bicara aja. Efeknya bagaimana, kumaha engke (terserah nanti, Red),” ujar Bachtiar.

Pakar komunikasi asal Universitas Padjajaran itu mengimbau umat Islam supaya menyudahi segala jenis perdebatan yang memicu konflik horizontal. Seperti misalnya NU kontra Muhammadiyah, atau Sunni versus Syiah.

Islam itu rahmatan lil ‘alamin, maka konsep-konsepnya itu harus sudah bersifat universal, dan kita harusnya tenang-tenang saja dalam menghadapi perbedaan itu,” terangnya.

Sementara Ketua STFI Sadra Dr. Khalid al-Walid menyampaikan, akar persoalan yang terjadi di tubuh umat Islam dewasa ini ialah pemahaman keagamaan yang tidak memadai. Dengan demikian, ketika dihadapkan pada teks-teks suci, akan terjadi penafsiran rigit dan menganggap penafsiran tertent sebagai penafsiran yang paling absah, sedangkan lainnya salah.

Perbedaan dalam keberagaman, menurut Khalid, merupakan khazanah kekayaan intelektual yang seharusnya dapat semakin memperkaya dan menghasilkan pemikiran mendalam dalam agama Islam.

“Ulama kita terdahulu adalah ulama yang biasa berdialog dengan keragaman sehingga menghasilkan kekayaan (wawasan, Red) yang luar biasa,” tutur Khalid.

Pancasila ideologi final

Bachtiar Aly juga menegaskan nilai-nilai Pancasila bersifat universal. Karena itu, terang Bachtiar, masalah Pancasila sebagai idiologi sudah final.

Menurut Bachtiar, upaya mengubah Pancasila sebagai idiologi negara oleh kelompok tertentu dinilai ahistoris. Sebab dalam sejarah, rumusan Pancasila sebagai idiologi Pancasila juga melibatkan tokoh-tokoh ulama, di samping mendiskusikannya dengan tokoh nasionalis lain.

“Karenanya, memahami Pancasila sebagai ideologi negara, di samping UUD 1945 sebagai konstitusi, Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan dan NKRI sebagai bentuk negara, memerlukan pengetahuan dan informasi yang utuh, tidak parsial,” jelasnya.

KEYWORD :

Warta MPR Islam Pilpres Pemilu




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :