Jum'at, 19/04/2024 21:48 WIB

Indonesia Bisa Hancur karena Narkoba

Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi mengutip pakar ekonomi Rhenald Kasali menegaskan, prediksi Indonesia sebagai negara ekonomi terbesar ke-empat bisa hancur karena dua faktor, yaitu narkoba dan korupsi.

Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi

Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi mengutip pakar ekonomi Rhenald Kasali menegaskan, prediksi Indonesia sebagai negara ekonomi terbesar ke-empat bisa hancur karena dua faktor, yaitu narkoba dan korupsi. Karenanya, dibutuhkan penegakkan hukum yang kuat dan berkeadilan.

“Pada tahun 2050 kita akan menjadi kekuatan ekonomi ke-4 terbesar didunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat.  Kalau itu tidak sampai itu karena dua hal, yaitu karena korupsi dan narkoba," tegas Taufiqulhadi dalam Kunjungan Kerja Komisi III ke Provinsi Riau, baru-baru ini.

Politisi F-NasDem menambahkan, saat ini praktik korupsi masih berlangsung di Indonesia. Ia juga menyayangkan, adanya perubahan mindset di tengah masyarakat bahwasanya orang yang kaya karena narkoba justru disegani.

“Mindset masyarakat sudah berubah, tidak tahu lagi yang baik dan buruk. Karena itu, khusus pengedar narkoba jika ditemukan sebaiknya tembak di tempat, khusus kasus narkoba,” sambungnya.

Seperti yang dikemukakan Badan Narkotika Nasional (BNN), Indonesia merupakan pasar terbesar penjualan dan peredaran narkoba di Asia. Menurutnya,  kenyataan ini membuktikan bahwa permintaan narkoba di Indonesia masih tinggi dengan pengguna terbanyak usia produktif. Seharusnya, Indonesia yang sedang menyongsong era bonus demografi perlu diberdayakan, bukan dihancurkan karena narkoba.

“Coba bayangkan masa depan generasi yang rusak karena narkoba. Karena itu penegakkan hukum kita harus kuat, mengingat posisi Riau yang strategis kerap kali dijadikan pintu masuk bagi pengedar narkoba,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala Kepolisian Daerah Riau Brigjen Pil Nandang menyebutkan, peredaran narkoba di Provinsi Riau masih marak.  Dengan garis pantai sepanjang 1.200 km yang terbentang dari Sumatera Utara hingga Jambi,  memungkinkan narkoba masuk melalui pelabuhan tikus.

“Pelabuhan tikus sangat banyak, sementara kemampuan kita di bidang sarana dan prasarana khususnya alat apung belum memadai,  karena bandar narkoba pada umumnya dari China masuk melalui Malaysia. Tapi,  dalam keadaan tradisional sudah banyak yang kita ungkap," papar Nandang.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IIII DPR




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :