Sabtu, 27/04/2024 09:40 WIB

Ini Alasan Fraksi Gerindra Dorong Presidential Treshold Nol Persen

 
Nizar mengatakan UUD 1945 memberikan ruang bebas kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi baik memilik maupun dipilih dalam pemilihan umum presiden

Nizar Zahro

Jakarta - Fraksi Gerindra mendorong opsi presidential treshold nol persen dalam pemilihan capres-cawapres dalam perumusan RUU Pemilu. Alasan utamanya, menyesuaikan dengan UUD 1945.

"Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum," ujar Anggota Pansus RUU Pemilu dari fraksi Gerindra Muhammad Nizar Zahro kepada Jurnas.com di Jakarta, Kamis (4/5/2017). 

Nizar mengatakan UUD 1945 memberikan ruang bebas kepada seluruh masyarakat untuk berpartisipasi baik memilik maupun dipilih dalam pemilihan umum presiden. Menurutnya, sebagai konstitusi tertinggi dinegara ini, UUD tidak mengharuskan adanya besaran persentase untuk presidential threshold (PT).

"Karenanya, jangan sampai RUU pemilu memberikan syarat persentase besaran thereshold dalam pemilihan presiden. Sebab, akan memberikan diskriminasi terhadap warga Negara yang memiliki kompetensi untuk menjadi calon presiden maupun calon wakil presiden. Oleh sebab itulah, RUU Pemilu jangan sampai menjadi alat diskriminasi terhadap warga Negara," ungkapnya.

Nizar mengatakan Pilpres dan Pileg digelar serentak menjadi alasan lain yang mendorong Gerindra untuk mengusulkan PT nol persen. Ia menyebutkan, di Pasal 190 RUU Pemilu besaran PT didasarkan pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.

"Ini menimbulkan tanda tanya, sebab pilpres dan pileg pada tahun 2019 akan digelar secara serentak. Jadi, frase berdasarkan pileg sebelumnya, tidak bisa dijadikan acuan untuk mengusung capres – cawapres. Sebab Pilpres dan pileg serentak tersebut merupakan putusan dari mahkamah konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013," terangnya.

Maka dari itu, kata Nizar, dengan digelarnya pemilu legislative (pileg) dan pilpres secara serentak menjadikan aturan presidential threshold lemah secara konstitusional apabila dipaksakan besarannya seperti sebelumnya yakni 20 persen kursi legislative atau 25 persen suara pileg.

"Apalagi sebelumnya, hasil pemilu anggota DPR tahun 2014, sudah dijadikan dasar besaran presidential thereshold pada pilpres tahun 2014 yang memunculkan dua pasangan calon Yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo–Yusuf Kalla," paparnya. 

Karena itulah, ketiadaan PT merupakan keniscayaan bila pileg dan pilpres digelar serentak pada tahun 2019.

"Apa mungkin, hasil pileg tahun 2014 kembali dijadikan acuan besaran Presidential Thereshold pada tahun 2019? Jelaslah tidak mungkin. Sebab, dalam lima tahun terakhir dari 2014 hingga 2019, bisa saja telah terjadi pergeseran pilihan masyarakat dari satu parpol ke parpol lainnya sehingga perolehan suara pun akan juga berubah," ungkapnya.

 

KEYWORD :

Fraksi Gerindra Nizar Zahro Presidential Treshold




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :