KPU diminta untuk segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) terkait larangan mantan koruptor untuk maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) pada Pemilu 2019 mendatang.
Pemerintah dinilai tidak pernah serius memberikan efek jera kepada para koruptor. Hal itu terkait dengan terungkapnya sel mewah mantan Ketua DPR RI Setyo Novanto (Setnov) setelah inspeksi mendadak yang dilakukan Ombudsman di Lapas Sukamiskin.
Temuan adanya sel mewah yang dihuni oleh sejumlah koruptor termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) di Lapas Sukamiskin dinilai menjadi daftar buruk penegakan hukum.
Oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) akan lebih senang jika narapidana kasus tindak kejahatan korupsi masuk penjara. Alasannya, para koruptor dianggap lebih perhatian.
Mahyudin menambahkan jika di kemudian hari dipandang perlu untuk melarang eks koruptor menjadi caleg, maka UU perlu direvisi lebih dulu. Revisi ini bergantung pada DPR dan pemerintah sebagai pembentuk UU.
KPK mengaku baru mencabut hak politik terhadap 26 orang koruptor sejak 2013-2017. Sementara, untuk perkara tahun 2018 masih dalam proses persidangan.
Dalam rangka mencegah tindak kejahatan korupsi di DPR dan DPRD, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan penuntutan pencabutan hak politik terhadap politisi yang melakukan korupsi.
MUI menyesalkan keputusan Mahkamah Agung menganulir Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan daftar calon tetap (DCT) pada Pemilu 2019 mendatang. Sebanyak 38 mantan narapidana korupsi masuk dalam DCT.
Kendati selama ini Kementan sudah menjalin komunikasi intens dengan KPK, untuk pertemuan hari ini Mentan mengaku mengundang KPK secara khusus.