Jum'at, 26/04/2024 11:24 WIB

Ini Alasan Jangan Menunda Pengobatan Kanker Paru Walau Pandemi COVID-19

Pasien kanker paru sangat rentan terhadap virus Covid-19 maka dihimbau untuk melakukan skrining Covid-19

Ilustrasi paru-paru (foto: UPI)

Jakarta, Jurnas.com – Kontrol secara rutin bagi pasien kanker paru dihimbau walau ditengah masa pandemi Covid-19. Jangan menunda pengobatan kanker paru untuk menghindari risiko cepatnya penyebaran sel kanker.

Pasien kanker paru sangat rentan terhadap virus Covid-19 maka dihimbau untuk melakukan skrining Covid-19, melakukan Prokes ketat serta menjaga imunitas tubuh dengan asupan gizi yang baik.

Dalam kegiatan diskusi media memperingati Hari Kanker Paru Sedunia 2021, Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, MPd.Ked, FINASIM, FACP, dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi dan onkologi medik), Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) mengatakan Penyakit kanker adalah salah satu  penyakit yang dikategorikan dalam kelompok penyakit tidak menular (PTM). Penyakit tidak menular lainnya adalah kelompok penyakit jantung, gangguan metabolik (misalnya diabetes melitus/kencing manis, penyakit darah tinggi, kolesterol, dan  asam urat).

Paru adalah salah satu organ tubuh manusia yang pada pria, merupakan organ tersering terkena penyakit kanker. Kanker paru juga merupakan penyebab kematian akibat kanker tertinggi di dunia.

Sampai saat ini belum ada teknik ataupun sistem yang ditetapkan oleh WHO untuk dapat dipakai dalam skrining ataupun deteksi dini kanker paru. Di beberapa negara maju skrining ataupun deteksi dini adalah menggunakan pemeriksaan paru dengan pemeriksaan radiologi yaitu Low Dose CT Scan (CT Scan dosis rendah).

Oleh karena sulitnya mendeteksi kanker paru secara dini, maka penelitian banyak ditujukan pada pengendalian faktor risiko, agar dapat menurunkan angka kejadian maupun kematian kanker paru. Salah satu faktor risiko penyebab kanker paru adalah paparan asap rokok serta polusi lingkungan.

Dr. Evlina Suzanna Sinuraya, Sp.PA, Spesialis Patologi AnatomI RS Kanker Dharmais   menjelaskan gejala kanker paru bisa berbeda pada setiap orang. Bisa jadi berhubungan langsung dengan paru-parunya, namun jika kanker tersebut sudah menyebar, maka gejala akan lebih spesifik pada bagian tubuh yang terkena penyebarannya.

“Namun baik NSCLC maupun SCLC, gejala umum yang bisa dilihat seperti batuk yang tak kunjung hilang, batuk darah, nyeri dada hingga sesak napas, penurunan berat badan yang drastis, sakit kepala, hingga sakit tulang.” jelas dr. Evlina.

Dalam 15 tahun terakhir telah banyak perkembangan keilmuan dalam hal biologi molekuler dan patologi yang tentu saja hal ini berakselerasi dengan perkembangan pengobatan terhadap kanker paru. Namun demikian hasil akhir pengobatan sangat erat kaitannya dengan kondisi pasien saat pertama kali terdiagnosis. Apakah dalam stadium dini, yang artinya tumor dalam diameter yang kecil dan belum terjadi penyebaran baik ke kelenjar getah bening maupun ke organ lainnya seperti otak, atau pasien datang dalam kondisi stadium lanjut.

Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medik RSCM menyatakan Beberapa penelitian menunjukkan, pasien dengan kanker paru dan mereka yang memiliki penyakit ganas terkait hematologi tampaknya memiliki risiko kematian tertinggi akibat infeksi SARS-CoV-2.

Terkait pengobatan, bagi kanker paru dalam kondisi lanjut, stadium III dan IV misalnya, memang tidak bisa lagi melakukan tindakan operasi. Pengobatan sistemik menggunakan obat mulai dari kemoterapi, imunoterapi, dan terapi target merupakan pilihan utama. Pemilihan dilakukan dengan mengetahui faktor pengendali perkembangan kanker.

Beberapa penelitian menunjukkan pemberian terapi yang tepat dapat meningkatkan harapan hidup pasien. Selain itu, penelitian lain juga menunjukkan bahwa pemberian terapi yang tepat pada pasien kanker paru dengan jenis NSCLC (stadium III) memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi yaitu hingga 40%.

Dari berbagai jenis terapi kanker, terapi target merupakan jenis terapi dalam bentuk tablet/kapsul yang dapat dikonsumsi di rumah. Metode terapi ini dapat memudahkan pasien, terutama dalam keadaan pandemi. Terapi dengan metode ini dapat mengurangi jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit, sehingga meminimalkan paparan pasien kanker paru terhadap COVID-19.

Selain itu, terapi target memiliki efek samping yang cenderung dapat ditoleransi dengan baik seperti mual, muntah, diare, dan gangguan fungsi hati.8 Namun, jumlah tablet/kapsul terapi target yang perlu dikonsumsi pasien sangat bervariasi dari 1 – 8 butir dalam sehari. Oleh karena itu, kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi terapi target harus tetap terjaga untuk mendapatkan hasil pengobatan yang maksimal.

“Masalah utama penanganan kanker paru sebenarnya pada biaya pengobatan yang luar biasa. Sakit yang berat membuat pasien menjadi sangat disiplin minum obat jika tak ada efek samping yang berarti. Selama ini pasien yang mendapat ALK inhibitor tidak terlalu mendapat efek samping berarti yang membuat mereka intoleran terhadap obat tersebut. Tantangannya ada pada akses serta beban biaya," ujar dr. Ikhwan.

 

KEYWORD :

Penyakit Kanker Paru Pengobatan Covid 19




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :