Sabtu, 27/04/2024 02:35 WIB

Pemberdayaan Pemuda Dinilai Kunci Pembangunan Berkelanjutan

Indonesia belum mampu melindungi bio diversity.

Direktur Eksekutif Centre for Youth and Population Research (CYPR), Dedek Prayudi (kiri). Foto: jurnas.com

JAKARTA, Jurnas.com – Kebijakan mengenai kependudukan, pemuda, dan lingkungan hidup saling terkait satu sama lain. Peran pemuda menjadi kunci bagi pembangunan berkelanjutan atau sustainable development yang kini telah menjadi komitmen dan kesepakatan global.

Hal ini mengemuka dalam seminar “Lingkungan Hidup dan Pemberdayaan Pemuda Berkelanjutan dalam Konteks Bonus Demografi” dalam peluncuran Centre for Youth and Population Research (CYPR), sebuah lembaga riset yang berfokus pada kepemudaan dan kependudukan, di Jakarta, Jumat (11/6/2021).

Saat ini, jumlah penduduk Indonesia mencapai 270 juta orang, dengan proporsi 70% berada di usia produktif (15-60 tahun) yang sebagian besar di antaranya ialah kelompok pemuda (16-30 tahun).

“Jika pemuda tidak diberdayakan, maka bukan tidak mungkin Indonesia justru membuang peluang bonus demografi dan para pemuda menjadi beban yang sangat berat. Dan bukan tidak mungkin, dampak lebih buruk lagi, Indonesia mengalami kemunduran,” kata Direktur Eksekutif CYPR, Dedek Prayudi.

Dedek menyampaikan CYPR memegang peran untuk mendorong sinergi antar pemberdayaan pemuda dengan perubahan pemahaman dan perilaku terhadap lingkungan hidup.

Oleh karena itu, Dedek menekankan pada perlunya mengedepankan budaya sadar dan peduli risiko (risk culture & awareness), utamanya terhadap lingkungan.

“Kini, pengelolaan lingkungan hidup berada di tangan generasi muda. Bonus demografi adalah peluang mendorong produktivitas, namun hal ini akan mendorong distribusi dan konsumsi yang memiliki risiko adanya eksternalitas negatif yang dihasilkan. Proses produksi, distribusi dan konsumsi memiliki dampak besar terhadap lingkungan hidup,” kata Dedek.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup RI Emil Salim dalam pidato kuncinya menyampaikan bahwa Indonesia termasuk negara yang tidak mampu melindungi biodiversity sesuai kesepakatan global sebesar minimal 30% dari total wilayah.

“Indonesia belum mampu melindungi bio diversity. Dari keharusan 30% lautan dan lahan yang terlindungi, baru 17% saja yang mampu dilindungi oleh Indonesia,” ujar Emil Salim.

Bahkan, lanjut tokoh lingkungan ini, Indonesia termasuk kedalam 5 negara besar yang melakukan pencemaran udara.

Kepala Lembaga Demografi UI Turro Wongkaren mengatakan bonus demografi jika tidak dimanfaatkan akan menjadi sebuah bencana demografi.

Bagi Indonesia sendiri, masa bonus demografi tersebut terjadi pada rentang 2012-2036 dengan puncaknya di 2020-2024.

“Perlu adanya perubahan perspektif pemuda dalam memandang lingkungan hidup. Pemuda sudah saatnya menjadi yang terdepan dalam kebijakan pembangunan berbasis lingkungan, mengingat pola pembangunan modern sudah mulai mengarusutamakan lingkungan dan konsepsi green living,” ujar Turro.

Pembina CYPR Andrinof Chaniago, dalam pesan penutup, menyampaikan bahwa bonus demografi menjadi sumber tantangan ganda, baik bagi generasi milenial maupun generasi selanjutnya. Tantangan tersebut ialah kelebihan penduduk usia produktif dan peningkatan jumlah orang yang mencari pekerjaan, serta kemajuan teknologi digital.

“Oleh karena itu, kesempatan kerja harus ditingkatkan, sehingga bonus demografi tersebut tidak terbuang,” ujar mantan Menteri PPN/Bappenas ini.

KEYWORD :

CYPR pemuda pembangunan berkelanjutan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :