Senin, 29/04/2024 08:51 WIB

Aneh, Kota Ini Hanya Dihuni Satu Penduduk

Tak ada hingar-bingar penduduk. Tampak di sebuah gereja yang dulunya ramai dikunjungi tiap Minggu pagi, kini dipenuhi ban traktor bekas.

Sudut Kota Monowi (foto: BBC)

New York – Jalan beraspal mulai tak tampak lagi. Yang ada tinggal jalan tanah berdebu yang membelah padang rumput hijau, dan ladang gandum emas yang memenuhi pandangan.

Satu-satunya tujuan dari jalan ini hanya Kota Monowi. Berjarak delapan kilometer dari perbatasan South Dakota, Nebraska Utara, Monowi menjelma menjadi kota mati.

Tak ada hingar-bingar penduduk. Tampak di sebuah gereja yang dulunya ramai dikunjungi tiap Minggu pagi, kini dipenuhi ban traktor bekas. Sementara gulma dan rumput berlomba memakan tembok-tembok bangunan, ditambah guyuran hujan yang membuat cat tembok di beberapa bagian tembok mengelupas.

Tak jauh dari gereja, di sebuah rumah bercat putih, Elsie Eiler (84) sibuk membolak-balikkan serabi babi. Sesaat kemudian dia beralih mengambil beberapa botol bir di bawah papan nama bertuliskan ‘Selamat Datang di Tavern Monowi yang Terkenal di Dunia. Bir Terdingin di Kota’. Dulunya itu nama kedai Eiler dan mendiang suaminya, Rudy.

Eiler adalah satu-satu penduduk di Kota Monowi yang malang. Pasca ditinggal wafat suaminya pada 2004 lalu, Eiler enggan berpindah tempat tinggal. Walhasil, kini Eiler tak hanya menjalankan kedai, namun merangkap sebagai walikota, juru tulis, bendaha, pustakawan, bartender, dan satu-satunya penduduk di kota itu.

“Aku tinggal di Monowi, Nebraska. Dan aku menjadi satu-satunya orang yang tinggal di kota ini. Kota ini ditinggal mati penduduknya, dan beberapa memilih pindah ke kota lain. Tapi aku memilih tinggal di sini,” ucap Eiler kepada BBC.

Eiler tak sebatang kara di dunia ini. Dia masih memiliki seorang ibu dan dua orang anak. Ibu Eiler memilih tinggal di perkebunan yang berjarak beberapa mil dari tempat tinggalnya sekarang. Sementara kedua anaknya tinggal dan bekerja di kota lain.

Menurut penuturan Eiler, Monowi dulunya tak sesepi sekarang. Pada 1930-an, Monowi merupakan tempat singgah yang ramai dikunjungi orang. Setidaknya 150 orang tinggal di kota tersebut, yang bekerja dengan membuka toko kelontong, restoran, hingga penjaga penjara.

Ketika Perang Dunia II berkecamuk, Monowi diisolasi. Dan setelah dibuka kembali pasca Perang Dunia II, Monowi mulai ditinggalkan penghuninya karena ekonomi pedesaan mulai ambruk.

Pemakaman terakhir yang tercatat di kota ini ialah pemakaman ayah Eiler pada 1960. Pada 1967 hingga 1970, toko bahan makanan dan kantor pos terakhir mulai berhenti beroperasi. Eiler dan suaminya menjadi kesepian setelah kedua anak mereka pindah ke kota lain untuk bekerja.

Silaturrahmi tetap erat

Saat ini Eiler memang hidup sendiri. Namun dia tak kesepian. Setiap hari, ketika membuka kedainya, Eiler selalu dikunjungi oleh pelanggan tetap, yang tinggal 20 sampai 30 mil dari tempat tinggalnya. Bahkan ada yang berkendara sejauh 320 kilometer, hanya untuk melepas pikiran di kedai Eiler.

“Ada pelanggan generasi keempat dan kelima yang dayang. Beberapa di antaranya menunjukkan bayi kepada saya,” tutur Eiler.

Meski hanya Eiler pemilik satu-satunya kedai di Monowi, harga makanan di kedainya masih terjangkau. Hot dog dijual dengan harga $1,25 atau Rp17 ribu, hamburger $3,5 atau Rp47 ribu, dan roti panggang $4 atau Rp54 ribu.

KEYWORD :

Unik Kota Mati Monowi Amerika




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :