Sabtu, 27/04/2024 13:56 WIB

Demo Sempat Ricuh, MA dan PTUN Diminta Bebas dari Mafia Tanah

Massa yang tergabung dalam Kaukus Mahasiswa untuk Perubahan kembali menggelar aksi di dua lokasi, yakni Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA).

Kaukus Mahasiswa untuk Perubahan (KMUP) kembali menggelar aksi di dua lokasi, yakni Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA).

 

Jakarta, Jurnas.com - Massa yang tergabung dalam Kaukus Mahasiswa untuk Perubahan (KMUP) kembali menggelar aksi di dua lokasi, yakni Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Jakarta dan Mahkamah Agung (MA).

Unjuk rasa untuk menuntut Hakim PTUN menolak gugatan banding PT. Sentosa Kurnia Bahagia (PT SKB) atas pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) oleh Menteri ATR/BPN.

"Ketua Pengadilan harus objektif dan netral," kata Koordinator Aksi, Farid Sudrajat, di depan Kantor PTUN Jakarta, Rabu, 13 Maret 2024.

Farid mewakili masyarakat Musi Banyuasin menyampaikan ada empat tuntutan dari aksi massa di dua lokasi tersebut. Keempat tuntutan itu, yakni menolak intervensi mafia peradilan di PTUN.

Kedua, mendesak hakim PTUN menjunjung tinggi rasa kesdilan dan kepastian hukum serta tegak lurus membela keputusan Menyeri ATR/BPN yang membatalkan SHGU PT. SKB.

Tuntutan ketiga, meminta Ketua PTUN memerintahkan majelis hakim tidak bermain mata dengan pihak mafia sawit dari PT. SKB.

Terakhir, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan jajarannya seperti Menko Polhukam, KPK, Komisi Yudisial (KY), dan MA memberikan atensi dan pengawalan dalam gugatan banding dari PT. SKB.

"Ya ini harapan kami bersama masyarakat bahwa PTUN tetap menjalankan tupoksinya menjalankan suatu perkara dengan seadil adil-adilnya, karena dampak gugatan PT SKB harus diperhatikan dampak terhadap masyarakat," kata Farid.

Farid menjelaskan alasan KMUP terus mengawal jalannya sidang gugatan banding dari PT. SKB. Dia menduga adanya upaya-upaya mafia peradilan untuk memenangkan gugatan PT. SKB di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan Nomor Perkara 342/G/2023/PTUN.JKT dengan Tergugat Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Menurutnya, keputusan hakim PTUN yang memeriksa hingga mengadili gugatan dari PT. SKB sudah jelas mengintervensi hukum. Sebab, berdasarkan fakta hukum Kementerian ATR/BPN sudah mengeluarkan keputusan Menteri Keputusan Menteri ATR/BPN sudah membatalkan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) PT. SKB.

Atas dasar itu, Farid mengecam upaya mafia peradilan yang mencoba membela mafia sawit. Dia mengultimatum jangan sampai ada pemufakatan jahat untuk membela sesama mafia di PTUN Jakarta.

"PTUN harus independen dan bebas intervensi dari mafia tanah dan mafia peradilan," tegas Farid.

Pantauan di lokasi, demontrasi di depan Gedung MA sempat ricuh. Gesekan terjadi berawal saat massa aksi membakar ban. Kepolisian yang mencoba memadamkan api dihalangi massa aksi.

Aksi dorong sempat terjadi antara petugas dan massa aksi. Namun, kericuhan tidak berlangsung lama setelah koordinator menenangkan massa aksi.

Kasus ini bermula dari terbitnya Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) Nomor : 00146/Muba atas nama PT. Sentosa Kurnia Bahagia yang telah tumpang tindih dengan wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) PT. Gorby Putra Utama.

Selanjutnya, berdasarkan Fakta Hukum Kementerian ATR/BPN mengeluarkan Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor : 1/Pbt/KEM-ATR/BPN/VI/2023 tentang Pembatalan Surat Keputusan menteri ATR/BPN Nomor : 83/HGU/KEM-ATR/BPN/XI/2021 tanggal 4 November 2021 dan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor : 0016/MUBA Atas Nama PT. Sentosa Kurnia Bahagia berkedudukan di Palembang dengan luas 3.859,70 Ha terletak di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan karena cacat administrasi.

Artinya, lokasi PT. SKB Berada di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin bukan di wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara. Cacat Administrasi kewilayahan inilah yang menjadi salah satu dasar Pembatalan Serifikat HGU PT. SKB.

KEYWORD :

Demo Ricuh di MA Demi di PTUN Demo Mafia Tanah Mahkamah Agung Mafia Peradilan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :