Sabtu, 11/05/2024 01:02 WIB

Respons Buku Hitam, Pengamat Militer: Potensi Kembalinya Junta Militer Sangat Besar

Hal itu disebutkannya saat peluncuran `Buku Hitam Prabowo, Sejarah Kelam Reformasi 1998`

Aktivis Gerak 98 meluncurkan buku jejak hitam Prabowo Subianto. (Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Pengamat militer dari Centra Initiative, Al Araf menyebutkan bahwa kembalinya Prabowo Subianto yang kini menjabat Menteri Pertahanan sekaligus salah satu kontestan Pilpres 2024, merupakan sinyal bahwa potensi kembalinya junta militer sangat besar dan mengancam kehidupan demokrasi yang susah payah diperjuangkan saat Reformasi 1998.

Hal itu disebutkannya saat peluncuran `Buku Hitam Prabowo, Sejarah Kelam Reformasi 1998` yang ditulis oleh Buya Azwar Furgudyama, aktivis Gerak 98 di Phala-wan Cafe, Jl. TMP. Kalibata, Jakarta Selatan pada Minggu, 10 Desember 2024.

"Ya buku ini menjadi cermin bagi kita semua untuk berkaca kembali ke masa transisi politik reformasi 98. Di mana saat itu, merupakan fase kritis apakah kita dapat mengubah otoriterianisme menjadi demokrasi. Dua dekade lebih kita dapat melalui itu. Nah, apa yang disajikan di buku ini dan sejalan dengan realitas perjalanan demokrasi, tampaknya ada upaya untuk mengembalikan marwah Suhartoisme dalam konteks pemilu. Di mana Prabowo Subianto yang mempunyai riwayat kelam bersanding dengan Gibran Rakabuming Raka, saat ayahnya masih aktif menjabat presiden," ulasnya.

Ia menambahkan, situasi itu menjadi sinyal bagi kita semua bahwa demokrasi mengalami regresi, bahkan berpotensi menguatnya paham militerisme seperti halnya di masa Orde Baru.

"Salah satu semangat reformasi adalah memisahkan peran TNI (dwi fungsi) untuk kembali kepada fungsi utamanya, yaitu pertahanan. Di masa Suharto, diktatur militer begitu kuat dan mencengkeram kebebasan sipil. Bahkan tidak sedikit aktivis demokrasi yang meregang nyawa untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebebasan sipil itu. Mengapa saat ini potensi kemunculan itu besar? Contohnya, kontroversi penambahan komando daerah militer (kodam) di 38 provinsi yang sebenarnya tidak ada urgensinya. Masalahnya, justru bukan itu. Tetapi bagaimana memenuhi standar pertahanan militer (MEF) kita dapat terpenuhi itu sebenarnya yang diharapkan. Sekarang, melalui Prabowo potensi kembalinya junta militer semakin besar saat berpasangan dengan putra sulung presiden di Pilpres 2024," terangnya.

Merespon hal itu, Al Araf mengajak semua kelompok masyarakat sipil untuk melakukan konsolidasi agar potensi itu tidak terjadi dan upaya mematangkan proses demokrasi dapat terus berjalan.

"Sekali lagi, ini potensi akan nyata terwujud, bila elemen sipil tidak bersuara, tidak bergerak serta tidak melakukan konsolidasi. Sebab saat ini, semangat reformasi 98, bukan hanya tercederai, tetapi berpotensi mati, bahkan terbatasnya iklim kebebasan berdemokrasi nantinya akan jauh lebih sulit dari masa Suharto dulu," tukasnya.

Selain penulis buku, Buya Azwar Furgudyama dan Al Araf, turut hadir pula sebagai narasumber mantan Sekjen PRD, Petrus Hariyanto, dan pegiat demokrasi Ray Rangkuti.

KEYWORD :

Buku Hitam Prabowo Pengamat Militer Al Araf




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :