Sabtu, 27/04/2024 13:55 WIB

KPK Ungkap Dirut & Dirkeu Amarta Karya Rugikan Negara Rp46 Miliar

Kedua tersangka dimaksud yakni Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak (Foto:Gery/Jurnas).

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dua tersangka dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya (Persero) Tahun 2018-2020 merugikan keuangan negara hingga Rp46 miliar.

Kedua tersangka dimaksud yakni Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna.

"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (11/5).

Johanis menjelaskan, pada 2017, Catur memerintahkan Trisna dan pejabat akuntan PT Amarta Karya agar mempersiapkan uang yang bersumber dari pembayaran berbagai proyek PT Amarta Karya untuk keperluan pribadinya.

Trisna dan beberapa staf pun mendirikan CV untuk menerima pembayaran subkontraktor dari Amarta Karya yang proyeknya fiktif.  Pada 2018, dibentuk pula beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek Amarta Karya.

"Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan tersangka TS," jelas Johanis.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, jelas Johanis, Catur selalu memberikan disposisi “lanjutkan” dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.  

Di mana, buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif tersebut dipegang oleh staf bagian akuntansi sekaligus orang kepercayaan Catur dan Trisna. Hal itu agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Catur.

KPK menduga ada 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna. Di antaranya, pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur.

Lalu, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta III. Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajajran.

"Uang yang diterima Tersangka CP dan Tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," kata Johanis.

KPK masih terus menelusuri dugaan penerimaan maupun aliran uang korupsi ini ke beberapa pihak terkait.

Atas perbuatannya Tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

KEYWORD :

Korupsi Proyek Fiktif KPK PT Amarta Karya perusahaan BUMN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :