Minggu, 05/05/2024 09:31 WIB

Cerita Alumni Kampus Mengajar Hadirkan Inovasi di Pelosok Bengkulu

Cerita Alumni Kampus Mengajar Hadirkan Inovasi di Pelosok Bengkulu

Universitas Bengkulu (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Alvin Aditya menggebu-gebu saat diminta menceritakan pengalamannya mengikuti Kampus Mengajar beberapa waktu lalu. Kampus Merdeka merupakan bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).

Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Bengkulu (UNIB) ini ditugaskan di SD Negeri 24 Bengkulu Tengah. Jaraknya tidak jauh, hanya 30 menit dari pusat kota Bengkulu, namun kondisi sekolah yang terletak di wilayah 3T itu jauh dari kata memadai.

Saat pertama kali tiba di sekolah, Alvin menemukan banyak kekurangan dari segi fasilitas, terutama minimnya fasilitas IT, yang sebetulnya berguna untuk menunjang proses pembelajaran. Dan paling miris, banyak siswa kelas enam SD yang masih belum bisa membaca.

"Kami akhirnya merancang program untuk memperkenalkan literasi di sekolah. Ada seperangkat komputer pribadi, kami lakukan pendekatan terbaik supaya bisa menumbuhkan semangat mereka membaca," tutur Alvin di sela-sela kegiatan Press Tour Praktik Baik MBKM Kemdikbudristek pada Kamis (1/12).

Untuk menjalankan programnya selama mengikuti Kampus Mengajar, Alvin dan timnya tidak bergerak sendiri. Mereka juga melibatkan para guru untuk mengaplikasikan pembelajaran yang lebih menarik di dalam kelas.

"Ada kemajuan. Selama empat bulan kami melakukan Kampus Mengajar, mereka sangat antusias. Kalau pembelajaran seperti biasa, guru tidak menggunakan teknologi. Kami memperkenalkan video dan media-media pembelajaran lainnya," kata Alvin.

Selain itu, pembekalan yang diberikan oleh Kemdikbudristek sebelum program tersebut mereka jalani, membuat Alvin dan kawan-kawan memperoleh sedikit gambaran mengenai apa yang harus mereka lakukan di lapangan.

Menyatukan visi dengan para pendidik di SD Negeri 24 Bengkulu Tengah, sambung Alvin, juga menjadi tantangan tersendiri, karena tidak mudah mengubah metode pembelajaran yang sudah dipraktikkan selama bertahun-tahun.

"Ada teman-teman yang berusaha menciptakan pembelajaran terbaik tapi tidak berhasil. Tapi bersyukurnya, mereka mau terbuka," ujar dia.

Pengalaman menarik lainnya juga didapatkan oleh Hamzah, mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Bengkulu yang saat ini masih menjalankan program Kampus Mengajar. Dia menyebut literasi dan numerasi masih menjadi masalah utama di sekolah-sekolah yang ada di pelosok Bengkulu.

Di antaranya, dia menemukan banyak siswa kelas enam SD belum bisa membaca. Padahal, di level ini seharusnya siswa sudah mampu membaca dan berhitung, sebelum masuk ke jenjang SMP.

Untuk mengatasi masalah ini, Hamzah melakukan sejumlah inovasi. Di antaranya memberikan bimbingan baca tulis dan berhitung (calistung) untuk siswa kelas 1-3. Selain itu, Hamzah juga membuat perpustakaan mini untuk meningkatkan minat baca siswa.

"Kami meminta siswa membaca buku yang mungkin bermanfaat dibawa ke kelas. Dan, saat pembelajaran, kami menampilkan metode berbeda. Misalnya, menyanyi untuk menghafal rumus," kata Hamzah sembari mempresentasikan cara uniknya mengajar siswa.

"Kami juga membantu kepala sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka," tutup Hamzah yang ditempatkan di SD Negeri 101 Bengkulu.

KEYWORD :

Kampus Merdeka Universitas Bengkulu Kemdikbudristek




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :