Senin, 29/04/2024 08:16 WIB

Setelah Regulasi EBT, ESDM Targetkan Tiga Jenis Investasi

Setelah regulasi EBT, ESDM targetkan tiga jenis investasi ini

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana. (Dokumentasi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM)

Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) berkomitmen untuk transisi energi melalui penerbitan Perpres No 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan (EBT) untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Hal itu, dilakukan Untuk mencapai target net zero emission 2060.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebut adanya peningkatan investasi, khususnya di sektor investasi hijau melalui terbitnya Perpres EBT ini. "Jadi minimal ada tiga jenis investasi yang kita bidik nanti akan tumbuh," ujar Dadan saat Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 secara virtual, Jumat (7/10).

Menurut Dadan, jenis investasi pertama yaitu dari sisi pembangkit EBT. Pemerintah berharap, dalam jangka pendek ada peningkatan investasi di pembangkit yang tercantum dalam RUPTL PLN maupun RUPTL pengembang non-PLN.

Jenis investasi kedua, investasi untuk industri pendukung pengembangan EBT. Hal ini, kata Dadan, diharapkan dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan menjaga daya saing usaha. "Investasi untuk industri pendukung, kita harap dengan semakin lengkap regulasi untuk EBT ada industri pendukung yang akan masuk melakukan investasi," kata dia.

Jenis investasi ketiga yakni pengembangan industri hijau. "Semakin tersedia listrik semakin hijau akan dorong industri green industry, untuk industri-industri memang akan atau harus memanfaatkan energi-energi yang sifatnya EBT," ucapnya.

Selain mempercepat pengembangan EBT dan meningkatkan investasi, Perpres EBT juga bertujuan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai target enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

"Apalagi sekarang kita sudah sampaikan NDC edisi lebih ambisius, enhanced, naik 2 persen dari 29 persen menjadi 31 persen. Itu jadi salah satu kemajuan utama dalam proses penyusunan Perpres ini," tuturnya.

Dia memaparkan beberapa kebijakan utama yang diatur dalam Perpres EBT. Pertama, penetapan tarif pembelian listrik EBT oleh PLN sebagai single offtaker, dengan mekanisme tarif staging. Pendekatan tersebut yakni pembelian listrik di sepuluh tahun pertama akan lebih tinggi dari sepuluh tahun berikutnya.

Hal ini bertujuan untuk pengembalian investasi, namun tidak melupakan operasional dan margin yang layak. "Kita paham pemerintah punya kemampuan terbatas untuk insentif kepada EBT, Menteri ESDM memberikan arahan bahwa daya saing atau ketertarikan investasi harus terjaga, di sisi lain daya beli masyarakat nanti tarif listrik PLN sebisa mungkin tidak terpengaruh," ujarnya.

Selanjutnya adalah proses pelaksanaan pembelian listrik EBT, akan ada dua mekanisme yaitu pemilihan langsung yakni berbasis tender atau lelang, dan penunjukan langsung atau sebagai penugasan pemerintah.

Berikutnya adalah pelarangan pembangunan PLTU berbasis batu bara serta penghentian operasional PLTU atau pensiun dini. Meski begitu, ada beberapa persyaratan terkait kebijakan tersebut.

"Kecuali PLTU yang sudah dalam rencana RUPTL, masuk sebagai PSN dan memberikan kontribusi ekonomi yang besar secara nasional, itu juga diikat di belakang dalam waktu 10 tahun sejak operasi, emisi GRK harus turun minimal 35 persen," kata dia

 

KEYWORD :

Kementerian ESDM Dadan Kusdiana Perpres EBT investasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :