Sabtu, 11/05/2024 14:02 WIB

BAKN DPR Konsultasi ke BPK Terkait Temuan Kejanggalan Tarif Cukai Tembakau

Konsultasi ini adalah tindak lanjut setelah BAKN DPR RI melakukan peninjauan lapangan ke beberapa perusahaan rokok untuk mendengar masukan terkait pengelolaan cukai, bersama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Ilustrasi cukai tembakau. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Badan Akuntabilitas Keuangan  Negara (BAKN) DPR RI melakukan rapat konsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait penelaahan cukai hasil tembakau.

Konsultasi ini terkait dengan hasil pemeriksaan BPK Dengan Tujuan Tertentu (DTT) tentang hasil cukai tembakau dari tahun 2016, 2019, hingga 2020.

“Nah, kita melihat dari sudut pandang BPK seperti apa, sejauh apa, dan saran perbaikannya seperti apa. Diharapkan nanti saran dan masukan dari BPK itu sinkron dengan apa yang kami temukan di lapangan, dan nanti bisa dilanjutkan dengan Kemenkeu,” ujar Ketua BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya di sela-sela rapat konsultasi di Gedung BPK RI, Jakarta Pusat, Kamis (16/6).

Konsultasi ini adalah tindak lanjut setelah BAKN DPR RI melakukan peninjauan lapangan ke beberapa perusahaan rokok untuk mendengar masukan terkait pengelolaan cukai, bersama dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.

Di antara beberapa perusahaan rokok yang dikunjungi tersebut adalah PT Gudang Garam di Pasuruan, Jawa Timur; PT Pura Barutama dan PT Djarum, di Kudus, Jawa Tengah.

Menurut Wahyu, BPK menemukan bahwa ada perbedaan antara stok material tembakau dengan jumlah penerimaan negara yang berasal dari cukai. “Jadi, misalnya, kalau kita punya satu kilogram tembakau itu bisa berapa batang (rokok). Tetapi, setelah kita jumlahkan penerimaan cukainya lebih rendah. Jadi, (yang tercatat) produksinya lebih rendah dari yang sewajarnya,” tambah Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini.

Di sisi lain, berdasarkan peninjauannya, para pengusaha rokok turut mengeluhkan tingginya tarif cukai yang selalu naik. Namun, di saat tarif cukai naik, produksi rokoknya menurun, tapi keuntungan perusahaannya bertambah atau tetap.  

“Berarti kan ada anomali. Harusnya kan saat tarif cukai naik, produksi turun, keuntungan perusahaan juga turun. Tetapi, ini kan sebaliknya. Tarif cukai naik, produksi turun, harga rokok naik. Kira-kira seperti itu,” tambah Anggota Komisi II DPR RI itu.

Wahyu menjelaskan, pasca konsultasi ini akan ada rekomendasi yang dihasilkan kepada pemerintah. “Kita juga waktu itu membuat rekomendasi ke pemerintah tentang subsidi energi saat itu,” tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan II tersebut. 

Diketahui, dalam pertemuan BAKN DPR RI dengan direksi PT Gudang Garam beberapa waktu yang lalu, terungkap bahwa rasio Pita Cukai, PPN, dan Pajak Rokok terhadap Harga Pokok Penjualan dari tahun 2019 hingga 2022 (Januari-Maret) tercatat terus mengalami kenaikan, yaitu 77,76 persen, 81, 02 persen, 82,36 persen, dan 96,32 persen.

Selain itu, dalam periode yang sama, rasio Pita Cukai, PPN, dan Pajak Rokok terhadap Penjualan pun juga ikut naik, yaitu 61,73 persen, 68,71 persen, 72,95 persen, dan 85,56 persen. Meskipun demikian, Rasio Laba (profit margin) terhadap Penjualan mengalami penurunan, yaitu 9,85 persen, 6,69 persen, 4,48 persen, dan 3,68 persen.

 

KEYWORD :

Warta DPR BAKN BPK cukai rokok tembakau




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :