Sabtu, 27/04/2024 06:26 WIB

RUU Pendidikan Kedokteran, Ketua Baleg DPR Tunggu DIM dari Pemerintah

Dalam waktu dekat memang DIM-nya lagi digodok dan yang kedua kita berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama akan segera dibahas ya.

Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas. (Foto: Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Badan Legislasi (Baleg) DPR menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah terkait revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran.

Menurut Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, pihaknya telah berkomunikasi dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan berharap penyusunan DIM cepat selesai.

"Dalam waktu dekat memang DIM-nya lagi digodok dan yang kedua kita berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama akan segera dibahas ya," kata dia dalam rapat bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/6).

Saat ini, revisi UU Pendidikan Kedokteran masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

Dalam rapat, Supratman mengatakan sistem pendidikan kedokteran di Indonesia perlu diperbaiki, terutama terkait para lulusan kedokteran yang tak bisa langsung membuka praktik. Padahal izin membuka praktik bagi para lulusan kedokteran menjadi wewenang pemerintah. Namun, sejumlah pihak kerap menyalahkan IDI.

"Padahal ujian kompetensi yang melaksakan adalah pemerintah, kan lucu kita ini berpikir. Jadi saya katakan, kita fokus dulu di Undang-Undang Pendidikan Kedokteran," terangnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan IDI sekaligus Ketua Ad Hoc RUU Pendidikan Kedokteran Ilham Marsis mengakui ketertinggalan pendidikan kedokteran di Indonesia yang harus memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia atau WHO.

Ilham berharap RUU Pendidikan Kedokteran menjadi solusi untuk memperkuat layanan primer di bidang kesehatan terutama soal distribusi pemerataan dokter.

Menurutnya, UU Nomor 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran saat ini belum memfasilitasi percepatan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia. Ia mencontohkan, saat ini Indonesia memiliki 4.900 dokter spesialis ostetri ginekologi.

Ke depan, kata Ilham, Indonesia membutuhkan 7.200 dokter spesialis ostetri ginekologi. Dengan UU yang lama, untuk memenuhi kebutuhan tersebut akan memakan waktu hingga belasan tahun.

"Sehingga kita coba dengan undang-undang baru membuat suatu skema atau formula baru untuk memproses percepatan dari pendidikan kedokteran spesialis," katanya.

 

KEYWORD :

Warta DPR Ketua Baleg Ikatan Dokter Indonesia RUU Pendidikan Kedokteran Supratman Andi Agtas




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :