Jum'at, 26/04/2024 21:20 WIB

Pakar PBB Sebut Junta Myanmar Gunakan Senjata Rusia dan China Lawan Warga Sipil

Serbia sebagai salah satu dari tiga negara yang memasok senjata ke militer Myanmar sejak merebut kekuasaan tahun lalu

Seorang demonstran memberi isyarat di dekat barikade selama protes terhadap kudeta militer di Mandalay, Myanmar, 22 Maret 2021. (Reuters/Stringer/File Photo)

JENEWA, Jurnas.com - Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar mengatakan Rusia dan China menyediakan jet tempur yang digunakan junta melawan warga sipil, dan mendesak Dewan Keamanan PBB menghentikan aliran senjata yang memungkinkan kekejaman.

Thomas Andrews, mantan anggota kongres AS yang bertugas di pos independen, merilis sebuah laporan yang juga menyebut Serbia sebagai salah satu dari tiga negara yang memasok senjata ke militer Myanmar sejak merebut kekuasaan tahun lalu, dengan pengetahuan penuh bahwa senjata akan digunakan menyerang warga sipil.

"Seharusnya tidak dapat disangkal bahwa senjata yang digunakan untuk membunuh warga sipil tidak boleh lagi ditransfer ke Myanmar," kata Andrews dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Selasa (22/2).

Kekacauan telah mencengkeram Myanmar sejak kudeta yang mengakhiri satu dekade demokrasi tentatif dan memicu protes nasional yang ditekan oleh pasukan dengan kekuatan mematikan.

Setidaknya 1.500 warga sipil telah tewas, menurut aktivis yang dikutip oleh PBB, yang juga mengatakan lebih dari 300.000 orang telah mengungsi akibat konflik pedesaan antara militer dan lawan bersenjata.

Junta mengatakan sedang memerangi teroris dan menolak apa yang disebutnya campur tangan PBB.

Militer Myanmar dan kementerian luar negeri Rusia dan Serbia tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar atas laporan tersebut.

Ditanya tentang laporan itu pada briefing reguler, juru bicara kementerian luar negeri China, Wang Wenbin, mengatakan China selalu menganjurkan, semua pihak dan faksi harus melanjutkan kepentingan jangka panjang negara dan menyelesaikan kontradiksi melalui dialog politik.

Kelompok hak asasi manusia dan PBB menuduh junta menggunakan kekuatan yang tidak proporsional untuk memerangi milisi dan pemberontak etnis minoritas, termasuk artileri dan serangan udara di wilayah sipil.

Laporan itu mengatakan Rusia telah memasok drone, dua jenis jet tempur, dan dua jenis kendaraan lapis baja, satu dengan sistem pertahanan udara. China mentransfer jet tempur sementara Serbia telah menyediakan roket dan peluru artileri, katanya.

Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi tahun lalu yang meminta anggota untuk menghentikan pengiriman senjata ke militer Myanmar, yang menurut Andrews harus mengikat dewan keamanan.

Serbia memilih mendukung resolusi tersebut, tetapi Rusia dan China abstain.

Sementara China telah mendesak diakhirinya permusuhan di Myanmar, Rusia telah menjadi sekutu diplomatik terdekat para jenderal di tengah upaya Barat untuk mengisolasi mereka.

Andrews juga menyerukan pemotongan akses militer Myanmar ke pendapatan minyak dan gas dan cadangan devisa, ditambah larangan internasional atas pembelian kayu Myanmar, batu permata, dan tanah jarang.

Penguasa Myanmar rentan dan dapat dihentikan dengan tekad internasional, katanya dalam laporan itu.

"Jika pendapatan yang diperlukan untuk mempertahankan militer seperti itu berkurang, kapasitas junta untuk menyerang dan meneror rakyat Myanmar akan berkurang," katanya.

Sumber: Reuters

KEYWORD :

Pakar HAM PBB Junta Myanmar China Rusia Serbia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :