Jum'at, 03/05/2024 10:25 WIB

Kongres KSPSI Diundur Agustus 2022, Jusuf Rizal: di Luar Itu Liar

Berpotensi Pecah

Pelaksanaan Rapat Pleno membahas Kongres ke-10 KSPSI secara virtual

Jakarta, Jurnas.com — Rapat Pleno DPP KSPSI bersama DPD KSPSI, Stering Committee (SC) dan Organizing Committee (OC) memutuskan untuk mengundur jadwal Kongres ke-10 Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Kongres ke-10 KSPSI yang sedianya diselenggarakan pada 15-17 Februari 2022, diundur menjadi Agustus 2022. Pemunduran jadwal Kongres KSPSI ini dilakukan atas rekomendasi Mabes Polri, lantaran DKI Jakarta masih dalam penerapan PPKM Level 3 Pandemi Covid-19.

"Itu (pemunduran jadwal Kongres) merupakan hasil kesepakatan dalam Rapat Pleno DPP KSPSI bersama DPD KSPSI, SC maupun OC yang dilakukan live dan virtual zoom yang dipimpin Ketum Yorrys Raweyai,” ujar HM. Jusuf Rizal yang juga Anggota SC Panitia Kongres KSPSI ke-10, kepada media di Jakarta, Rabu (16/2/2022).

Jusuf Rizal yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP KSPSI mendapat banyak pertanyaan dari awak media terkait tanggal pelaksanaan Kongres ke-10 KSPSI, karena informasi yang diperoleh akan ada Kongres yang mengatasnamakan KSPSI.

“Jika ada yang seperti itu, bisa dibilang melanggar konstitusi dan makar," ujar Jusuf Rizal.

"Sebab setiap organisasi ada aturan dan mekanisme dalam melaksanakan Kongres sebagai kewenangan tertinggi organisasi. Tidak bisa suka-Suka,” tegas pria berdarah Madura-Batak yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu.

Jusuf Rizal mengakui dalam Rapat Persiapan Pelaksanaan Kongres ada masukan dari DPD-DPD agar pelaksanaan Kongres tetap dilaksanakan sesuai jadwal, yakni pada 15 - 17 Februari.

Para pengusul agar Kongres tidak diundur itu juga mendorong agar lokasi kongres bisa dimencari, yakni daerah yang PPKM di Level 1 atau 2.

Hanya saja usulan itu mentah, karena jika menyangkut pengumpulan orang apalagi bersifat nasional, tetap harus memperoleh izin Mabes Polri.

Jusuf Rizal memahami semangat perubahan dari para pemangku suara cukup banyak. Baik SPA, DPD maupun DPC. Tetapi dalam demokrasi bukan berarti suara minoritas diabaikan. Kemudian menerabas aturan maupun mekanisme yang telah disepakati.

Bagaimana jika mayoritas suara ingin melaksanakan Kongres? Jusuf Rizal menilai hal itu bagus dan bisa melaksanakan. "Namun jika ingin konstitusional maka harus dimasukkan kedalam mekanisme organisasi secara tepat. Bukan semau gue," tegasnya.

Misalnya membuat hak tolak diundur dan atau mau menggelar Kongres dengan dukungan mayoritas suara pemilih (2/3 dari suara sah). Kemudian menyampaikan aspirasi arus bawah Ketum KSPSI, Yorrys Raweyai. Kemudian bisa membentuk Panitia Baru dan atau tetap memakai Panitia yang telah ada.

Jusuf Rizal juga mengingatkan tidak boleh ada yang mengaku-ngaku sebagai SC maupun OC lanjutan dari Panitia yang dibentuk secara organisasi oleh DPP KSPSI. Jika ada yang mengatasnamakan, bisa proses hukum, sebab Ketua SC adalah Bibit Gunawan dan Ketua OC, Adlan Nawawi.

Jadi, Jusuf Rizal menegaskan pelaksanaan Kongres harus tetap mengikuti konstitusi serta mekanisme organisasi.

"Namun jika dilakukan diluar itu, maka bisa disebut “merampok demokrasi orang lain”. Itu Kongres liar yang tidak memenuhi Konstitusi dan mekanisme organisasi secara benar," ungkap Jusuf Rizal.

Kenapa disebut merampok demokrasi orang lain, cecar media. Sebab dalam Kongres itu tidak hanya bicara pertanggungjawaban, program kerja, agenda penyempurnaan AD/ART, tapi juga pemilihan Ketua Umum yang harus dilakukan secara demokrasi yang diatur dalam tatib.

“Anda tidak bisa mengatakan didukung suara mayoritas kemudian membuat Kongres dan memilih secara aklamasi. Itu demokrasi gemblung. Terus hak orang yang mau berkompetisi dikebiri. Karena itu saya katakan perampok demokrasi,” tegas Jusuf Rizal yang merupakan wartawan senior Ketum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia).

Ketum FSPTSI (Federasi Serikat Pekerja Transport Seluruh Indonesia) yang mewadahi Driver-Biker-Ojek Kamtibmas Community) seluruh Indonesia juga menjelaskan, bahwa masa bakti kepengurusan DPP KSPSI, telah berakhir Desember 2019 (2014-2019). Namun pelaksanaan Kongres tertunda karena Pendemi Covid-19.

Dalam kondisi force majeure, jika Kongres terlambat digelar tidak diatur dalam konstitusi secara jelas. Ini menjadi masalah. Tetapi lepas dari Pro dan Kontra, tentang legitimasi kepengurusan DPP KSPSI, kemudian diadakan Rapat Pleno untuk melegitimasi.

“Hasilnya adalah melegitimasi kepengurusan DPP KSPSI hingga pelaksanaan Kongres. Untuk itu dilakukan persiapan. Diminta SPA Munas. DPD Konferda yang dihadiri utusan DPP KSPSI. Itu artinya sudah satu pemikiran bahwa DPP KSPSI legitimate,” terang Jusuf Rizal.

Lebih jauh dikatakan jika ada yang menarik ke belakang tentang legitimate atau tidak, itu sudah basi. Secara de jure (Pijakan Hukum) memang lemah, tapi secara de facto (Pengakuan hingga kini kepengurusan dianggap sah).

"Buktinya SPA ikut Panitia Kongres. SPA,DPD, DPC, MPO, Pengurus diundang dan diterima," ungkap Jusuf Rizal.

Pada bagian akhir, Jusuf Rizal mengingatkan jika ada para pihak yang mau melaksanakan Kongres di luar Konstitusi dan mekanisme yang benar, akan menimbulkan perpecahan di tubuh organisasi KSPSI. Barangkali KSPSI bisa pecah lagi jadi Tiga.

KEYWORD :

Kongres ke-10 KSPSI HM. Jusuf Rizal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :