Sabtu, 27/04/2024 09:05 WIB

Kasus Asabri, Pakar Hukum: Heru Hidayat Tidak Bisa Dihukum Mati

Jika majelis hakim mengikuti ketentuan yang berlaku, maka tuntutan JPU soal hukuman mati diabaikan karena tidak terdapat dalam surat dakwaan.

Terdakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat. (Foto: Dok. Kompas)

Jakarta, Jurnas.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dinilai tidak dapat menjatuhkan vonis hukuman terhadap terdakwa kasus korupsi Asabri, Heru Hidayat.

Pakar Hukum Pidana, Petrus Selestinus menyebut ada keteledoran dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membangun konstruksi dakwaan dan tuntutan.

Menurut Petrus, jika majelis hakim mengikuti ketentuan yang berlaku, maka tuntutan JPU soal hukuman mati diabaikan karena tidak terdapat dalam surat dakwaan.

“Jika merujuk aturan yang ada, maka terdakwa Heru Hidayat tidak bisa divonis hukuman mati, dan itu jelas keteledoran JPU di dalam membangun konstruksi dawaan dan tuntutan,” ujar Petrus kepada wartawan, Sabtu (15/1).

Petrus mencurigai jika tuntutan hukuman mati terhadap Heru terkesan dipolitisir dan dipaksakan oleh JPU. Sebab, hukuman mati itu muncul secara tiba-tiba dalam tuntutan, tanpa diuraikan dalam surat dakwaan sebagai dasar pemeriksaan dan tuntutan.

Sementara, dalam KUHAP Pasal 182 ayat (4) yang menyebutkan bahwa Musyawarah Majelis Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

“Jadi, dalam aturan KUHAP itu jelas disebutkan ‘surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang’, kata penghubung yang dipakai adalah DAN bukan ATAU. Karena itu putusan hakim tidak boleh keluar dari substansi surat dakwaan dan fakta-fakta persidangan,” jelas Petrus.

Dalam surat dakwaan terhadap Heru Hidyat pada kasus Asabri, JPU tidak memasukkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang mengatur ancaman pidana mati bagi terdakwa.

Dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan bahwa pidana mati diberikan jika korupsi dalam kondisi tertentu, yakni bencana nasional, krisis moneter dan pengulangan tindak pidana.

Lebih lanjut, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini mengingatkan majelis hakim agar hati-hati dan menjaga independensinya dalam memutuskan hukuman dengan ancaman pidana mati terhadap Asabri Heru Hidayat. Majelis hakim, kata dia, tidak boleh tunduk pada tekanan publik untuk membenarkan hukuman mati dengan melanggar ketentuan yang berlaku.

“Hakim tidak boleh terpengaruh oleh emosi publik, tekanan publik dan narasi populis demi membenarkan hukuman mati dalam memutuskan perkara tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan dan fakta-fakta persidangan,” pungkas Petrus.

Diketahui, sejumlah pakar hukum juga sudah mengkritik tuntutan terhadap Heru Hidayat oleh JPU. Pasalnya, tuntutan tersebut tidak terdapat dalam surat dakwaan. Salah satu diantaranya adalah Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Andi Hamzah yang mengatakan bahwa tuntutan JPU di persidangan tidak boleh melebihi surat dakwaan. Menurut dia, bahkan hakim dilarang memutuskan perkara di luar dari surat dakwaan. " Yang dituntut berdasarkan surat dakwaan, apa yang didakwakan," kata Andi, Minggu (11/12/2021).

Andi mencontohkan dalam kasus perdata, tidak bisa penggugat dalam dakwaan meminta ganti kerugian Rp 10 miliar, tetapi dalam tuntutan menjadi Rp 20 miliar. Hakim, kata dia, juga memutuskan suatu perkara pasti sesuai dengan surat dakwaan. “Putusan hakim didasarkan surat dakwaan kalau terbukti," tandas dia.

KEYWORD :

Korupsi Asabri Heru Hidayat Pakar Hukum Hukuman Mati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :